Meski Belum Masuk Indonesia, COVID-19 Arcturus Serang India, Singapura hingga Brunei
- Freepik
VIVA Dunia – Meskipun kini COVID-19 sudah bukan lagi sebuah pandemi, namun tampaknya varian-varian baru virus ini kerap bermutasi. Dilaporkan terbaru, ada varian COVID-19 yang bernama Arcturus.
Walaupun di Indonesia pihak Kementrian Kesehatan (Kemenkes) memastikan bahwa varian baru tersebut belum ada di Indonesia, namun India, Amerika Serikat dan negara tetangga kita yaitu Singapura dan Brunei, mengalami lonjakan yang cukup tinggi.Â
Indian SARS-CoV2 Genomics Consortium (INSACOG) melaporkan sebanyak 76 sampel COVID-19 varian XBB.1.16 alias Arcturus ditemukan di India. Varian itu diyakini menjadi penyebab lonjakan kasus cukup ekstrem di India. Kenaikan kasus COVID-19 sebesar 280 persen dalam 2 minggu terakhir di India.
"Tak cuma di India, varian Arcturus sudah dilaporkan juga di beberapa negara lain seperti di Amerika Serikat, Brunei Darussalam. Bahkan Singapura," melansir berita News18 Jumat, 31 Maret 2023.Â
Di India, kasus arcturus terbanyak ada di Karnataka yaitu hingga 30 kasus. Kemudian disusul Maharashtra (29), Puducherry (7), Delhi (5), Telangana (2), Gujarat (1), Himachal Pradesh (1), dan Odisha (1).
Arcturus pertama kali teridentifikasi pada Januari 2023 dari 2 sampel positif. Sebanyak 59 sampel ditemukan pada Februari dan 15 sampel ditemukan pada Maret di India.
Belum ada bukti kuat bahwa varian ini bisa menyebabkan gelombang baru seperti varian sebelumnya.
Randeep Guleria, dokter spesialis paru diIndia mengatakan subvarian baru ini lebih mampu menghindari kekebalan tubuh daripada Covid subvarian lainnya. Arcturus juga dinilai lebih mudah menular dibandingkan varian lainnya.
"Varian baru akan terus bermunculan karena virus terus bermutasi dari waktu ke waktu, dan XBB 1.16 adalah semacam hal yang baru" jelas Guleria, melansir The Health Site.
Meskipun varian XBB.1.16 merupakan jenis virus yang paling menular yang saat ini beredar secara global, para ahli telah menyatakan bahwa tidak perlu panik dan takut akan adanya gelombang pandemi baru karena varian ini tidak menyebabkan gejala parah dan kematian.
"Selama tak menyebabkan gejala parah, rawat inap, dan kematian, tidak masalah karena hal ini membantu memberikan tingkat kekebalan tertentu kepada penduduk jika mereka menderita gejala ringan," lanjutnya.
Meskipun lebih menular, Guleria mengatakan tingkat keparahan Arcturus tidak lebih berbahaya daripada varian lainnya. Masyarakat pun tetap diimbau untuk tetap menerapkan protokol kesehatan.