Berbeda Dengan Xi Jinping, PM China Justru Gunakan Nada Damai Saat Singgung Soal AS
- ANTARA/M. Irfan Ilmie
VIVA Dunia – Berbeda dengan Presiden China, Xi Jinping, yang dengan tegas menggertak Amerika Serikat (AS), Perdana Menteri baru China, Li Qiang justru menggunakan nada damai terhadap AS saat berbicara pada konferensi pers pertamanya sebagai kepala kabinet China pada Senin, 13 Maret 2023.
Sikapnya tentu berbeda dengan Xi dan Menteri Luar Negeri China yang baru Qin Gang, yang melontarkan kata-kata tajam untuk Washington selama pertemuan parlemen negara itu minggu lalu.
Melansir dari Channel News Asia, Selasa, 14 Maret 2023, dengan nada melunak, Li menunjukkan bahwa perdagangan bilateral antara China dan AS mencapai rekor tertinggi tahun lalu, dan kedua negara dapat, dan harus bekerja sama.
“Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa orang di AS telah meneriakkan gagasan untuk memisahkan diri dari China dan terkadang hal itu bisa menjadi topik hangat di media. Tapi saya bertanya-tanya berapa banyak orang yang benar-benar bisa mendapatkan keuntungan dari hype semacam ini,” kata Li, yang hanya menjawab satu pertanyaan tentang urusan luar negeri.
“Tiongkok dan Amerika Serikat terkait erat secara ekonomi. Kami berdua mendapat manfaat dari perkembangan pihak lain. Pengepungan dan penindasan bukanlah kepentingan siapa pun.”
Sebelumnya, saat berbicara kepada para delegasi minggu lalu, Xi jarang menyebut AS secara langsung, dan menuduh Washington berusaha menahan China.
“Negara-negara Barat, yang dipimpin oleh AS, telah menerapkan penahanan, pengepungan, dan penindasan menyeluruh terhadap China, yang telah membawa tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan berat bagi pembangunan negara kita,” kata Presiden Xi.
Menteri Luar Negeri Qin Gang juga menggemakan pernyataan yang sama seperti Xi. Dia sekali lagi memperingatkan AS tentang konsekuensi bencana jika Washington melanjutkan jalan yang salah.
“Jika AS tidak menginjak rem, tetapi terus mempercepat jalan yang salah, maka tidak ada pagar pembatas dan pasti akan ada konflik dan konfrontasi,” ujar Qin.
"Siapa yang akan menanggung konsekuensi bencana ini?," pungkasnya.