Korut Tembakan Rudal, Donald Trump Malah Bela Kim Jong Un: Dia Merasa Terancam
- Business Insider
VIVA Dunia – Mantan presiden Amerika Serikat, Donald Trump membela pemimpin diktator Korea Utara Kim Jong Un ketika negara komunis itu menembakkan rudal jarak jauh pada minggu lalu.
Rezim otoriter itu mengonfirmasi peluncuran rudal balistik antarbenua baru-baru ini dan "tiba-tiba" mengorganisir peluncuran atas perintah Kim Jong Un. Korut mengatakan peluncuran itu dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan serangan nuklirnya yang "fatal", menurut kantor berita pemerintah Korut KCNA. Sebagai tanggapan, Amerika Serikat menerbangkan pembom supersonik jarak jauh dengan pesawat perang Korea Selatan pada hari Minggu.
Namun, yang mengejutkan, Trump membela tindakan Kim Jong Un dan Korea Utara di media sosialnya, Truth Social.
"Kim Jung Un dari Korea Utara, yang saya kenal dan bergaul dengan sangat baik selama tahun-tahun saya sebagai Presiden, tidak senang dengan AS dan Korea Selatan melakukan pelatihan besar dan latihan udara bersama," tulis Trump, melansir Independent,
“Dia merasa terancam. Bahkan saya akan terus mengeluh bahwa Korea Selatan membayar kami sangat sedikit untuk melakukan latihan yang sangat mahal dan provokatif ini. Ini benar-benar konyol. Kami memiliki 35.000 tentara dalam bahaya di sana, saya memiliki kesepakatan untuk pembayaran penuh kepada kami, $ Miliaran, dan Biden memberikannya. Memalukan!!!" tulis Trump dengan berapi-api.
Namun, seperti diketahui, pada awal masa kepresidenan Trump, dia sempat mengkritik Korea Utara, menjuluki Kim Jong Un sebagai "Manusia Roket". Tetapi Trump dan Kim Jong Un akhirnya bertemu, pertama kali di Singapura pada 2019 dan kemudian lagi, ketika Trump menjadi presiden pertama yang menginjakkan kaki di negara itu.
Namun pertemuan itu tidak menyebabkan Korea Utara melucuti senjatanya sendiri. Trump kemudian mengatakan bahwa keduanya bertukar surat dan mereka telah "jatuh cinta" dan menjadi “akrab’.
Tes rudal dari Korea Utara telah menimbulkan kekhawatiran negara-negara di sekitarnya: Korea Selatan, Jepang dan China yang telah didesak untuk melakukan tes paparan radiasi pada orang-orang yang melarikan diri dari rezim yang tinggal di dekat fasilitas penelitian nuklir negara tersebut, meskipun Korea Utara menolak kekhawatiran tentang keselamatan.