Junta Militer Myanmar Mau Gelar Pemilu, Dianggap Cuma Akal-akalan

Jenderal Senior Min Aung Hlaing memimpin Peringatan Hari Kemerdekaan Myanmar ke-75.
Sumber :
  • AP Photo/Aung Shine Oo.

VIVA Dunia – Dua tahun setelah kudeta demokrasi Myanmar oleh militer negara itu, sekarang junta militer merencanakan pemilu, yang menurut para analis dapat memicu pertumpahan darah lebih lanjut karena penentangan terhadap kekuasaan junta terus berkobar.

Reaksi Netizen Vietnam Usai PSSI Lapor ke AFF soal Aksi Brutal Pemain Myanmar: Di Mana Pun Main Pasti Menggugat

Mengacu pada jajak pendapat, pengamat mengatakan bahwa pesta demokrasi yang direncanakan tidak akan bisa bebas dan adil dalam situasi saat ini.

"Ini hanya akal-akalan yang bertujuan untuk membenarkan kekuasaan junta," katanya, dikutip dari NDTV, Selasa, 31 Januari 2023. 

Media Asing Sorot Aksi Pemain Myanmar Tendang Bola ke Kepala Marselino Ferdinan: Menyebalkan!

Dugaan kecurangan dalam pemilihan terakhir pada November 2020, dimenangkan secara telak oleh partai tokoh demokrasi Aung San Suu Kyi, dan menjadi dalih tentara untuk merebut kekuasaan pada 1 Februari 2021.

Meskipun klaim tersebut tidak pernah dibuktikan, para jenderal nekat menangkap Suu Kyi dan pemimpin sipil lainnya dalam serangkaian penggerebekan pada pagi buta.

Shin Tae-yong Emosi! Pers Konferensi Molor Jelang Laga Perdana Timnas Indonesia vs Myanmar

VIVA Militer: Kudeta militer Myanmar Februari 2021

Photo :
  • ndtv.com

Dengan oposisi politik sekarang dihancurkan, dan junta didukung oleh sekutu dekat Rusia dan China, militer diperkirakan akan mengadakan pemilihan umum pada akhir tahun ini, paling lambat Agustus, menurut konstitusi.

Tetapi, dengan adanya perlawanan dari sebagian besar masyarakat Myanmar, maka kemungkinan mereka tidak akan memilih, dan menghadapi risiko dari junta militer.

"Setiap jajak pendapat yang diadakan junta akan seperti gerobak dengan hanya satu roda," kata seorang mantan pegawai negeri di Yangon.

"Tidak mungkin itu akan membawa kemajuan," tambahnya.

Diketahui, pada 1 Februari 2021, militer Myanmar merebut kekuasaan dari pemimpin sipil Aung San Suu Kyi setelah muncul dugaan kecurangan pada pemilu 2020 dan ketegangan politik di negara tersebut. 

Militer menangkap Aung San Suu Kyi, Presiden Myanmar Win Myint dan sejumlah besar pejabat dan pemimpin partai berkuasa dalam penggerebekan dini hari. 

Penangkapan ini dipicu ketegangan yang meningkat antara pemerintah sipil dan militer. Pemimpin junta militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, mengambilalih pemerintahan, dan menyatakan status darurat selama setahun.

Militer mengklaim partai Aung San Suu Kyi melakukan kecurangan dalam pemilu. Partai yang dipimpin Suu Kyi, NLD, menang telak dalam pemilihan November lalu, mengalahkan partai pro-militer. Komisi pemilu pada saat itu dan pengawas internasional menyebutkan bahwa tudingan militer tidak benar. 

Ketika itu, militer menduduki Balai Kota di kota utama Yangon sekaligus mengontrol data internet seluler, serta layanan telepon. Warga melaporkan koneksi internet hilang. 

Negara di Asia Tenggara itu terjerumus dalam kekacauan sejak kudeta, di mana aksi protes berlangsung setiap hari, pemberontakan marak di kawasan perbatasan dan aksi mogok meluas sehingga menyebabkan ekonomi Myanmar rusak parah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya