Ini Alasan Swedia Tak Menghukum Politikus yang Lakukan Aksi Bakar Al Quran
- stockholmcf.org
VIVA Dunia – Swedia terus menjadi sorotan setelah politikus sayap kanan Rasmus Paludan membakar Al Quran dalam unjuk rasa di depan Kedubes Turki di Stockholm pada Sabtu, 21 Januari 2023.
Banyak negara terutama negara dengan mayoritas Muslim seperti Arab Saudi, Turki, Yordania, Afganistan, Pakistan, Uni Emirat Arab, Kuwait, hingga Indonesia mengutuk keras aksi pembakaran Al Quran itu.
Duta besar Swedia di beberapa negara bahkan diprotes keras akibat aksi Paludan yang sepertinya dibiarkan oleh pemerintah negara Eropa itu. Tak hanya dunia Islam, sejumlah negara Barat seperti Amerika Serikat dan Jerman juga melayangkan kecaman serupa terhadap aksi Pembakaran Al Quran.
Pembakaran Al Quran oleh Paludan ini bahkan membuat hubungan Turki dan Swedia semakin renggang ketika kedua negara tengah membahas rencana Stockholm bergabung dengan Pakta Pertahanan Negara Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO).
Lantas, kenapa Swedia tidak menghukum Paludan?
Sampai saat ini Paludan belum buka suara lagi menanggapi kecaman-kecaman publik atas aksi provokatifnya itu.
Sementara itu, dikutip CNBC, Sabtu, 28 Januari 2023, otoritas Swedia mengatakan unjuk rasa yang digagas Paludan itu sah-sah saja di bawah Undang-Undang Kebebasan Berpendapat Swedia.
Dalam izin unjuk rasa yang Paludan dapat dari polisi menjelaskan bahwa unjuk rasa itu dilakukan dengan tema penentangan terhadap Islam dan upaya Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mempengaruhi kebebasan hukum berpendapat di Swedia.
Salah satu alasan demo itu digelar yakni untuk memprotes tuntutan Erdogan kepada Swedia agar merepatriasi aktivis Partai Pekerja Kurdi (PKK) Turki jika ingin direstui Ankara masuk NATO. Turki menganggap PKK sebagai organisasi separatis dan terorisme.
Dikutip dari bebagai sumber, Paludan merupakan politikus asal Denmark yang memiliki kewarganegaraan Swedia. Ia merupakan pimpinan kelompok sayap kanan Garis Keras.
Ini bukan kali pertama Palu dan memicu kontroversi. Sejak terjun ke dunia politik, Paludan memang dikenal sebagai ekstremis sayap kanan garis keras yang kerap menindas sentimen anti-Islam dan imigran. Selama ini, Paludan memang dikenal sebagai politikus anti-Islam dan xenofobia (anti-imigran).
Paludan mulai sering menghadiri pertemuan International Free Press Society pada 2016. Ia juga beberapa kali mengikuti unjuk rasa anti-Muslim yang menggelar kelompok For Frihed di Denmark. Setahun kemudian, tepatnya 2017, politikus kelahiran Denmark itu mendirikan partai Stram Kurs yang diketahui menolak kehadiran imigran dan Muslim di Denmark.
Paludan pertama kali menyedot perhatian internasional pada 2019, ketika ia memancing emosi Muslim karena membakar Al Quran dalam unjuk rasa di Viborg, Denmark.
Media lokal Denmark, Nyheder, melaporkan bahwa sekitar 100 orang ikut serta dalam demonstrasi itu. Tiga di antaranya ditangkap karena dianggap sebagai pemicu. Belum berhenti, Paludan berencana kembali menggelar unjuk rasa dengan prosesi Pembakaran Al Quran di Malmo, Swedia, pada Agustus 2020.
Namun, Swedia melarang Paludan masuk. Pihak berwenang mencegat Paludan di pos pemeriksaan. Mereka tertekan Paludan dilarang masuk hingga dua tahun.
"Dia merupakan ancaman serius," demikian pernyataan kepolisian Swedia yang dikutip media lokal SVT Nyheter.