Presiden Vietnam Mengundurkan Diri di Tengah Skandal Korupsi
- ANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/Wisnu Widiantoro
VIVA Dunia – Presiden Vietnam, Nguyen Xuan Phuc, mengundurkan diri setelah Partai Komunis yang berkuasa menyalahkannya atas "pelanggaran dan kesalahan" oleh para pejabat di bawah kendalinya saat menjadi perdana menteri, kata pemerintah pada Selasa 17 Januari 2023.
Pengunduran dirinya ini dilakukan setelah serangkaian rumor bahwa dia akan dipecat sebagai bagian pemberantasan korupsi. Media Vietnam melaporkan Partai Komunis menilai Phuc bertanggung jawab atas "pelanggaran" yang dilakukan oleh para menteri senior saat dibawah kepemimpinan sebagai perdana menteri 2016-2021.
Phuc  (68), yang menjadi memegang posisi presiden kurang dari dua tahun, menjadi pejabat tertinggi yang menjadi target pemberantasan korupsi partai. Vietnam tidak memiliki penguasa tertinggi, dan secara resmi dipimpin oleh empat "pilar": sekretaris partai yang kuat, presiden, perdana menteri, dan ketua legislatif.
"Sepenuhnya menyadari tanggung jawabnya di hadapan partai dan rakyat, dia mengajukan permohonan untuk mengundurkan diri dari jabatannya, berhenti dari pekerjaannya dan pensiun," kata pemerintah dalam sebuah pernyataan, mengutip komite pusat partai yang kuat melansir CNA, Rabu 17 Januari 2023.
Kantor Phuc tidak dapat segera dihubungi untuk memberikan komentar. Tidak jelas apakah partai berkuasa telah menerima pengunduran dirinya, dan mempersiapkan kandidat penggantinya.
Ada spekulasi luas dalam beberapa pekan terakhir bahwa Phuc akan mundur menyusul pemecatan dua wakil perdana menteri yang pernah menjabat di bawahnya pada Januari, karena partai tersebut menggandakan gerakan anti-korupsi yang dipimpin oleh pemimpin lama, Nguyen. Phu Trong.
Investigasi dan pemecatan menandakan intensifikasi tindakan keras, meskipun ada kekhawatiran bahwa hal itu melumpuhkan transaksi rutin karena para pejabat takut terlibat dalam penyelidikan.
Pada tahun 2022 saja, 539 anggota partai diadili atau "didisiplinkan" karena korupsi dan "kesalahan yang disengaja", termasuk menteri, pejabat tinggi, dan diplomat. Sementara polisi menyelidiki 453 kasus korupsi, naik 50 persen dari tahun 2021.