Perusahaan dari 13 Negara Ini Berperan dalam Produksi Senjata Myanmar
- Sada El Balad
VIVA Dunia – Special Advisory Council for Myanmar (SAC-M) mengatakan, perusahaan dari 13 negara telah menyediakan komponen penting untuk kebutuhan produksi senjata Myanmar. Senjata tersebut digunakan dalam tindakan-tindakan militer Myanmar yang melanggar hak asasi manusia (HAM)
Melansir dari Aljazeera, perusahaan-perusahaan tersebut antara lain berasal dari Prancis, Jerman, Cina, India, Rusia, Singapura, dan Amerika Serikat (AS). Menurut SAC-M, selain bahan mentah, dukungan dari perusahaan-perusahaan terkait untuk proses produksi senjata di Myanmar mencakup lisensi, perangkat lunak, suku cadang dan komponen lainnya.
“Perusahaan-perusahaan asing memungkinkan militer Myanmar, salah satu pelanggar HAM melemah di dunia, memproduksi banyak senjata yang digunakannya untuk melakukan kekejaman sehari-hari terhadap rakyat Myanmar,” kata Yanghee Lee, mantan pelapor khusus PBB untuk situasi HAM di Myanmar yang kini bergabung dengan SAC-M, dilansir dari Aljazeera.
Dia menekan, perusahaan asing dan negara asal mereka memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan produk mereka tidak memfasilitasi pelanggaran HAM terhadap warga sipil di Myanmar.
“Gagal justru membuat mereka terlibat dalam kejahatan biadab militer Myanmar,” ujarnya.
Laporan SAC-M diambil dari berbagai sumber, termasuk wawancara dengan orang-orang yang terkait dengan militer Myanmar serta dokumen anggaran yang bocor dari Kementerian Pertahanan.
Dari rangkuman keterangan dan data tersebut, SAC-M menemukan bahwa mesin presisi tinggi yang diproduksi oleh perusahaan berbasis di Austria, Jerman, Jepang, Taiwan, dan AS menggunakan militer Myanmar di pabrik senjatanya.
Perangkat lunak untuk mengoperasikan mesin di pabrik tersebut disediakan oleh perusahaan yang berbasis di Prancis, Israel, dan Jerman. Sementara itu Singapura, menurut laporan SAC-M, berfungsi sebagai strategi transit titik untuk volume barang yang berpotensi signifikan, termasuk bahan baku tertentu dalam proses pembuatan senjata oleh Myanmar.
Kemudian Taiwan dianggap berperan sebagai rute penting untuk pembelian mesin presisi tinggi oleh militer Myanmar.
Perusahaan di Cina, seperti China North Industries Group Corporation Limited milik pemerintah, adalah kunci impor bahan mentah yang digunakan untuk produksi senjata di Myanmar. Sementara perusahaan di India membantu impor suku cadang dan komponen seperti pembidik optik yang dipasang pada senjata kecil seperti senapan sniper.
“Negara harus bersembunyi dan, jika perlu, memulai proses administratif atau hukum terhadap perusahaan yang produknya telah kami bantu memungkinkan Direktorat Industri Pertahanan memproduksi senjata yang digunakan oleh militer Myanmar dalam serangan tanpa pandang bulu terhadap warga sipil,” ujar Chris Sidoti, mantan anggota misi pencarian fakta internasional independen PBB di Myanmar yang kini juga bergabung dengan SAC-M.
“Perusahaan asing yang mengambil untung dari penderitaan rakyat Myanmar harus dimintai pertanggungjawaban,” kata Sidoti menambahkan.
Laporan SAC-M juga menyebutkan contoh penggunaan senjata buatan lokal oleh militer terhadap rakyat Myanmar. Misalnya ketika pasukan keamanan Myanmar menindak keras massa pengunjuk rasa rasa yang memprotes kudeta militer pada Februari 2021.