Ternyata Bawang Lebih Mahal daripada Daging di Filipina
- U-Report
VIVA Dunia – Departemen Pertanian Filipina membeberkan baru-baru ini bahwa harga bawang lokal lebih mahal daripada daging. Dilansir dari npr, bawang merah lokal dijual dengan harga 550 peso per kilogram (sekitar Rp152 ribu).
Satu kilogram daging sapi dibanderol hingga 480 peso (Rp132 ribu) sementara ayam utuh seharga 220 peso (Rp60 ribu). Hal ini menjadi masalah sebab bawang adalah makanan pokok Filipina dan salah satu bumbu masakan Asia Tenggara.
“Bawang hampir ada di setiap hidangan Filipina,” kata Marilene Montemayor, asisten senior di Bank Dunia yang berfokus pada Asia Timur dan Pasifik.
“Bagaimana kamu bisa mencicipi makanan tanpa bawang?” lanjutnya.
Ia membeberkan keluarganya di Filipina mengeluhkan harga bawang merah sejak Natal. Harga bawang di Filipina jauh di atas rata-rata dunia sejak musim gugur tahun lalu.
Jumat lalu pada 6 Januari 2023, Departemen Pertanian menyetujui rencana untuk mengimpor 21.060 metrik ton bawang untuk mengatasi kekurangan bawang merah nasional dan menurunkan harga.
Bawang bombai dan merah yang diimpor akan tiba pada atau sebelum 27 Januari menurut juru bicara wakil Departemen Pertanian Rex Estoperez, mengatakan itu adalah solusi sementara.
Kekurangan bawang terjadi bahkan ketika petani lokal memproduksi 23,30 metrik ton bawang merah pada kuartal ketiga tahun 2022, naik dari 22,92 metrik ton selama periode yang sama tahun 2021.
Bagi Filipina, yang mengonsumsi sekitar 17.000 metrik ton bawang per bulan, mengimpor bawang bukanlah hal baru. Biasanya mereka membeli dari China dan negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Danilo Fausto selaku Presiden Kamar Pertanian dan Pangan Filipina mengutarakan ada kekhawatiran impor bawang akan mempengaruhi petani bawang lokal saat mereka bersiap panen. Seringnya panen dimulai pada Februari dan berlangsung hingga April.
Seiring dengan inflasi, perubahan iklim juga menjadi perhatian. Sebagai negara kepulauan di kawasan tropis, Filipina sangat berisiko mengalami kenaikan suhu dan curah hujan meningkat sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman.
“Negara-negara berkembang lebih rentan, kehilangan lebih banyak ketika guncangan iklim ini melanda dan memiliki sedikit sumber daya mengatasi dampak buruk dari guncangan ini,” tutur Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. pada pertemuan puncak Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara pada bulan November lalu.