PM Belanda Minta Maaf atas Perbudakan di Negara-negara Kolonialnya Termasuk Indonesia

Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte.
Sumber :
  • AP Photo/Peter Dejong.

VIVA Dunia – Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, pada Senin 19 Desember 2022, meminta maaf atas nama pemerintahnya atas peran Belanda dalam perbudakan dan perdagangan budak kepada negara-negara bekas jajahan Belanda. Ia menyebutnya sebagai "kejahatan terhadap kemanusiaan".

Putin Sebut Rusia Akan Kerahkan Rudal jika AS Lakukan Hal Serupa

Permintaan maaf itu datang hampir 150 tahun setelah berakhirnya perbudakan di koloni-koloni negara Eropa itu, termasuk Suriname dan pulau-pulau seperti Curacao dan Aruba di Karibia dan Indonesia di Timur. Hal itu disambut baik oleh para aktivis sebagai bersejarah, tetapi dinilai tidak memiliki rencana konkret untuk perbaikan dan reparasi.

“Hari ini saya minta maaf,” kata Rutte dalam pidato 20 menit yang disambut dengan hening oleh hadirin yang diundang di Arsip Nasional, melansir AP, Selasa 20 Desember 2022.

54 Negara Berebut 16 Tiket Piala Dunia 2026, Ini Hasil Undian Kualifikasi Zona Eropa

Ilustrasi perbudakan.

Photo :
  • AP Photo/Peter Dejong.

Rutte meminta maaf "atas tindakan negara Belanda di masa lalu: secara anumerta kepada semua orang yang diperbudak di seluruh dunia yang telah menderita akibat tindakan tersebut, kepada putri dan putra mereka, dan kepada semua keturunan mereka hingga saat ini."

Terpopuler: Pengakuan Anak Bantai Ayah-Neneknya, Nyawa Warga Palestina Tak Bernilai bagi Orang Eropa

Menggambarkan bagaimana lebih dari 600.000 pria, wanita, dan anak-anak Afrika dikirim, “seperti hewan ternak” sebagian besar ke bekas koloni Suriname, oleh para pedagang budak Belanda. Rutte mengatakan bahwa sejarah seringkali “jelek, menyakitkan, dan bahkan benar-benar memalukan”.

Permintaan maaf saja tidak cukup

Menjelang pidato, Waldo Koendjbiharie, seorang pensiunan yang lahir di Suriname tetapi tinggal bertahun-tahun di Belanda, mengatakan permintaan maaf saja tidak cukup.

“Ini tentang uang. Permintaan maaf adalah kata-kata dan dengan kata-kata itu Anda tidak bisa membeli apa pun,” katanya.

Rutte mengatakan kepada wartawan setelah pidato bahwa pemerintah tidak menawarkan kompensasi kepada "orang - cucu atau cicit dari orang yang diperbudak."

Sebaliknya, mereka membentuk dana 200 juta euro untuk prakarsa membantu mengatasi warisan perbudakan di Belanda dan bekas jajahannya, dan untuk meningkatkan pendidikan tentang masalah ini.

Rutte tetap menyampaikan permintaan maafnya meskipun beberapa kelompok aktivis di Belanda dan bekas jajahannya telah mendesaknya untuk menunggu hingga 1 Juli tahun depan, saat peringatan penghapusan perbudakan 160 tahun lalu. Para aktivis juga mengatakan bahwa mereka belum cukup diajak berkonsultasi dalam proses yang mengarah pidato tersebut.

Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte.

Photo :
  • NL Times

Direktur organisasi The Black Archives, Mitchell Esajas, dan anggota kelompok aktivis Black Manifest, tidak menghadiri pidato tersebut meskipun diundang karena apa yang disebutnya kurangnya konsultasi yang "hampir menghina" dengan komunitas Kulit Hitam. Dia mengatakan itu adalah momen bersejarah tetapi menyesalkan kurangnya rencana konkret untuk reparasi.

“Reparasi bahkan tidak disebutkan. Jadi, kata-kata yang indah, tetapi tidak jelas apa langkah konkret selanjutnya,” kata Esajas.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya