Pemimpin Tertinggi Iran 'Senggol' Joe Biden di Ulang Tahunnya ke-80
- republika
VIVA Dunia – Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, pada hari Minggu, 20 November 2022, menyinggung Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden di Twitter yang mengkritik kebijakan luar negeri AS terhadap Iran.
"Beberapa meninggal, musnah, menghilang, dan yang lain jatuh ke tong sampah sejarah, meskipun mereka mungkin masih hidup, dari Demokrat Carter, Clinton & Obama hingga Republik Reagan dan Bush, dari mantan presiden bodoh itu hingga orang bodoh saat ini yang ingin menyelamatkan Iran," tulis Khamenei.
Biden berulang tahun ke-80 pada hari Minggu, dan menjadi orang pertama yang menjabat sebagai presiden AS pada usia ini. Ulang tahunnya di tengah pertanyaan tentang apakah dia akan mencalonkan diri lagi sebagai presiden AS atau tidak pada tahun 2024, dan apakah dia mampu menjalani masa jabatan berikutnya mengingat usianya yang semakin menua.
Melansir dari Newsweek, Senin, 21 November 2022, Khamenei pada hari Minggu terus mengkritik kebijakan Amerika terhadap negaranya, dan menuduh AS melakukan cara apa pun untuk menyakiti Iran.
"AS melakukan apa pun yang mereka bisa untuk menyakiti Iran, tetapi mereka tidak dapat melakukan apa pun. Di manakah para presiden Amerika yang telah berperang melawan Republik Islam selama beberapa dekade yang telah berlalu sejak Revolusi?," tulisnya.
Dia melanjutkan, "Ketika AS & kekuatan global memikirkan opsi militer di Iran, mereka mengingat Pertahanan Suci 8 tahun. Mereka mungkin mengambil langkah, tetapi mereka akan terjebak di Iran & menderita. Rakyat Iran telah berulang kali memperingatkan AS & sekutunya bahwa mereka dapat memulai perang, tetapi mereka tidak akan menjadi orang yang mengakhirinya."
Pertahanan Suci adalah peringatan tahunan Perang Iran-Irak yang dimulai pada 1980 ketika Irak menginvasi Iran. Perang berakhir pada tahun 1988 setelah diterimanya Resolusi 598 Dewan Keamanan PBB oleh kedua negara, sehingga menghasilkan gencatan senjata.
Pernyataan Khamenei muncul di tengah protes anti-pemerintah skala besar yang sedang berlangsung, yang pertama kali pecah pada pertengahan September, setelah kematian Mahsa Amini yang berusia 22 tahun yang ditangkap oleh polisi moralitas konservatif Iran karena terlalu banyak memperlihatkan rambutnya.
Iran mewajibkan wanita untuk mengenakan jilbab di tempat umum sesuai dengan undang-undang ultra-konservatif negara tersebut. Mereka yang menentang aturan, dan standar tersebut dapat ditangkap dan didenda.
Setelah Amini meninggal, demonstrasi terjadi di Teheran, Iran, dan kota-kota besar lainnya. Para wanita Iran telah muncul sebagai kekuatan dominan dalam protes yang terus mengecam undang-undang tersebut di seluruh negeri, dengan beberapa bahkan menuntut perubahan rezim. Sejak itu, banyak pelajar, anak-anak, dan pekerja bergabung dalam protes yang berpusat pada perempuan.
Pemerintah Iran telah menindak keras para demonstran, yang mengakibatkan kematian setidaknya 362 pengunjuk rasa, termasuk 56 anak-anak, menurut Kantor Berita Aktivis Hak Asasi Manusia Iran (HRANA). Sekitar 16.000 pengunjuk rasa juga telah ditahan oleh aparat keamanan.