Uskup Belo Peraih Nobel Perdamaian Dituduh Mencabuli Anak Laki-laki
- FB Dom Carlos Filipe Ximenes Belo, SDB
VIVA Dunia – Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian asal Timor Leste, Uskup Carlos Filipe Ximenes Belo (74) tersandung kasus pelecehan seksual terhadap anak laki-laki. Media Belanda, De Groene, mengungkap laporan pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh Uskup Belo kepada anak laki-laki, dan penyintas selama bertahun-tahun. Â
De Groene mengungkap kesaksian Paulo (nama samaran), korban pelecehan Uskup Belo yang saat ini berusia 42 tahun. Menurut Paulo, suatu saat di Minggu pagi, Paulo berdiri di antara umat lainnya untuk mendengarkan misa yang diadakan Uskup Belo di taman tropis di kediamannya di Dili, ibu kota Timor-Leste.Â
Setelah misa, Belo berjalan ke Paulo, yang saat itu masih remaja berusia 15-16 tahun. "Dia meminta saya untuk datang ke tempatnya," kata Paulo, dikutip dari Groene, Kamis, 29 September 2022.
"Suatu kehormatan diundang Uskup. Saya sangat senang," kata Paulo. Â
Uskup Carlos Filipe Ximenes Belo bukan hanya pemimpin kuat gereja Katolik Roma Timor-Leste, tetapi juga pahlawan nasional dan mercusuar harapan bagi rakyat. Ia mendapatkan hadiah Nobel Perdamaian bersama Jose Ramos Horta atas upayanya dalam menyelesaikan konflik di Timor Leste.
Dia berbicara untuk negaranya, dan dia menuntut penghormatan terhadap hak asasi manusia dan penentuan nasib sendiri bagi rakyat Timor Leste.
Sore hari tanpa penuh curiga Paulo pergi ke kediaman Uskup, di jalan pesisir Dili dengan pemandangan laut yang indah. Malam itu Uskup Belo membawanya ke kamar tidurnya.Â
"Uskup melepas celana saya, dan mulai menyentuh saya secara seksual dan melakukan oral seks pada saya," kata Paulo. Bingung dan kaget, remaja itu akhirnya tertidur.
"Ketika bangun, dia memberi saya sejumlah uang," ujarnya. "Di pagi hari saya berlari dengan cepat. Saya sedikit takut. Saya merasa sangat aneh,"
Paulo merasa malu, sampai dia menyadari bahwa ini bukan salahnya.Â
"Dia telah mengundang saya. Dia adalah imam. Dia adalah seorang uskup. Dia memberi kami makanan, dan berbicara baik padaku. Dia mengambil keuntungan dari situasi itu," kata Paulo menambahkan.
Paulo pikir bahwa ini menjijikkan, dan dia tidak ingin pergi ke kediaman uskup tersebut. Dia tidak ingin memberi tahu siapa pun tentang pelecehan seksual dan eksploitasi seksual yang terjadi padanya dan hanya terjadi sekali itu saja.
Korban lain, Roberto (nama samaran), menturkan ada suasana kegembiraan di kota, di mana pesta gereja sedang berlangsung. Orang-orang senang karena uskup juga telah datang. Sementara Roberto menonton pertunjukan dan mendengarkan musik, mata Uskup Belo tertuju padanya.
Uskup meminta Roberto yang masih remaja, berusia sekitar 14 tahun, untuk datang ke biara. Roberto pergi ke biara dan pelecehan itu terjadi.Â
Sudah terlambat untuk pulang. Uskup kemudian membawa Roberto ke kamarnya, di mana remaja yang kelelahan itu tertidur. Sampai dia akhirnya tiba-tiba terbangun.
"Uskup memperkosa dan melecehkan saya secara seksual malam itu," kata Roberto.
"Pagi-pagi sekali dia menyuruhku pergi. Saya takut karena hari masih gelap. Jadi saya harus menunggu sebelum saya bisa pulang. Dia juga meninggalkan uang untukku. Itu dimaksudkan agar aku tutup mulut. Dan untuk memastikan saya akan kembali," tuturnya.
Ketika Roberto pindah ke Dili, pelecehan seksual dan eksploitasi seksual pindah ke kediaman uskup di kota. Di sana Roberto melihat anak-anak yatim piatu tumbuh di kompleks dan anak laki-laki lain yang juga dipanggil seperti dia.
Menurut Roberto dan Paulo, Uskup Belo mengirim orang dengan mobil untuk membawa anak laki-laki yang diinginkan Belo ke kediamannya.Â
"Uskup menyalahgunakan posisi kekuasaannya atas anak laki-laki yang hidup dalam kemiskinan ekstrem. Dia tahu bahwa anak-anak lelaki itu tidak punya uang. Jadi ketika dia mengundang Anda, Anda datang dan dia memberi Anda sejumlah uang. Tapi sementara itu, Anda adalah korban. Begitulah cara dia melakukannya," kata Paulo menjelaskan.
"Kami takut membicarakannya. Kami takut untuk menyampaikan informasi tentang kisah buruk saya dengan uskup Belo," sambungnya
Gereja Katolik sangat dihormati diantara orang-orang di Timor-Leste, atas peran keagamaannya dan sebagai lembaga yang membantu orang dan menawarkan perlindungan.
Jika tuduhan terhadap Belo dipublikasikan, itu akan menghebohkan negara dan merusak perjuangan kemerdekaan, kata Roberto.
Masih sulit bagi orang untuk berbicara tentang dugaan kejahatan seksual Uskup Belo, dari ketakutan akan stigmatisasi, pengucilan, ancaman dan kekerasan.
Paulo ingin melupakan dan mengubur pikirannya tentang pelecehan seksual. Tetapi ketika dia menyukai seorang gadis, pengalamannya muncul.Â
Baik Paulo maupun Roberto kemudian menetap di luar negeri untuk membangun kehidupan baru mereka.
Dari penelitian yang dilakukan De Groene, ternyata Uskup Belo memiliki korban yang lebih banyak. De Groene berbicara dengan 20 orang yang mengetahui kasus ini, seperti pejabat tinggi, pejabat pemerintah, politisi, pekerja LSM, orang-orang dari gereja dan profesional.
Lebih dari separuh dari mereka secara pribadi mengenal korban. Sementara yang lain tahu tentang kasus tersebut dan sebagian besar membahasnya di tempat kerja.
De Groene juga berbicara dengan korban lain yang tidak mau menceritakan kisah mereka di media. "Saya mengetahuinya dari beberapa sepupu saya. Saya mengetahuinya dari beberapa teman saya," kata Paulo.
"Mereka pergi ke rumahnya, hanya untuk mendapatkan uang," imbuhnya
Sementara itu, pihak gereja Katolik merespon dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Uskup Belo. Gereja telah memberlakukan pembatasan perjalanan Uskup Belo. "Kita harus membicarakannya, dan meneriakkannya lebih keras kepada dunia," kata gereja Katolik.Â
Â