Alasan Mengapa Pemakaman Mantan PM Jepang, Shinzo Abe Kontroversial
- Kyodo News
VIVA Dunia – Tampaknya, warga Jepang merasa kurang senang bahwa pemakaman mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe akan dilakukan dengan pemakaman kenegaraan. Salah satunya adalah karena paling tidak pemakaman ini menelan biaya USD$ 11,4 juta (atau 1,65 miliar yen Jepang)
Dalam beberapa minggu terakhir, penentangan terhadap pemakaman kenegaraan semakin meningkat. Jajak pendapat menunjukkan lebih dari setengah populasi negara itu sekarang menentangnya.
Bahkan, awal pekan lalu, seorang pria membakar dirinya di dekat kantor perdana menteri di Tokyo. Dan pada hari Senin sekitar 10.000 pengunjuk rasa berbaris melalui jalan-jalan ibu kota menuntut pemakaman kenegaraan untuk dibatalkan.
Tapi, di sisi lain, acara ini menarik sekutu Jepang dari seluruh dunia. Presiden AS Joe Biden tidak akan hadir, tetapi wakil presidennya Kamala Harris akan hadir. Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong juga dikabarkan akan datang. Begitu juga PM Australia Anthony Albanese, bersama dengan tiga pendahulunya. Perdana Menteri India Narendra Modi yang melewatkan pemakaman Ratu tetapi terbang ke Tokyo untuk memberi penghormatan kepada Abe. Presiden Indonesia Joko Widodo juga dikabarkan tak hadir, namun Wakil Presiden Ma'ruf Amin akan hadir.
Selain karena banyaknya biaya yang dikeluarkan, mengala rakyat di negaranya sendiri banyak yang menentangnya?
Melansir BBC pada Senin, 26 September 2022, pertama, ini bukan acara biasa. Di Jepang, pemakaman kenegaraan hanya dilaksanakn untuk anggota Keluarga Kekaisaran. Hanya sekali, sejak Perang Dunia II, seorang politisi diberi kehormatan ini, dan itu terjadi pada tahun 1967. Jadi, fakta bahwa Abe diberi pemakaman kenegaraan adalah masalah besar.
Sebagian besar karena cara dia meninggal yaitu dia ditembak mati pada rapat umum pemilihan pada bulan Juli lalu dan tentu Jepang berduka untuknya.
Selain itu, dia pernah menjadi PM yang sangat populer, menurut jajak pendapat, tetapi dan dpat dikatakan bahwa dia sempat membawa stabilitas dan keamanan negara. Jadi keputusan untuk mengadakan pemakaman kenegaraan baginya juga merupakan cerminan dari hasil jerih payahnya selama menjadi Perdana Menteri.
“Dia (Abe) lebih maju dari zamannya,” kata Profesor Kazuto Suzuki, ilmuwan politik dan mantan penasihat Abe, melansir dari BBC, pada Senin 26 September 2022.
"Dia memahami keseimbangan kekuatan yang berubah. Bahwa kebangkitan China, tentu saja, akan mendistorsi keseimbangan kekuatan dan membentuk kembali tatanan di kawasan itu. Jadi, dia ingin mengambil kepemimpinan." lanjut Suzuki.
Profesor Suzuki menunjuk Trans-Pacific Partnership (TPP), rencana besar Presiden Barack Obama untuk menyatukan semua sekutu Amerika di Asia Pasifik dalam satu zona perdagangan bebas raksasa.
Pada tahun 2016, ketika Donald Trump menarik AS keluar dari TPP, semua orang memperkirakannya bahwa TPP akan runtuh. Namun, ternyata tidak. Abe mengambil alih kepemimpinan dan menciptakan Perjanjian Komprehensif dan Progresif yang lebih membingungkan untuk kemitraan Trans-Pasifik, atau CPTPP.
Itu menandakan keinginan baru bagi Jepang untuk memimpin di Asia. Dia juga memainkan peran kunci dalam penciptaan "Quad", aliansi antara AS, Jepang, India dan Australia.
Selain itu, yang lebih signifikan adalah perubahan yang dilakukan Abe pada militer Jepang. Pada tahun 2014 perdana menteri saat itu memaksa melalui undang-undang yang "menafsirkan kembali" konstitusi pasca perang pasifis Jepang.
Itu memungkinkan Jepang untuk melakukan "pertahanan diri kolektif". Itu berarti untuk pertama kalinya sejak Perang Dunia II, Jepang dapat bergabung dengan sekutu AS dalam aksi militer di luar perbatasannya sendiri.
Undang-undang itu sangat kontroversial, dan riaknya masih terasa hingga sekarang. Ribuan orang yang berbaris di Tokyo menentang pemakaman kenegaraan menuduh Abe membawa Jepang menuju perang.
"Abe meloloskan RUU pertahanan diri kolektif," kata seorang pengunjuk rasa, Machiko Takumi. "Artinya Jepang akan berperang dengan Amerika, yang berarti dia membuat Jepang bisa berperang lagi, itu sebabnya saya menentang pemakaman kenegaraan." jelasnya.
Jepang adalah negara yang dapat dikatakan trauma dengan perang. Tapi bukan hanya kenangan tentang bom atom yang membuat orang marah pada Abe.
“Abe dipandang banyak orang sebagai seseorang yang tidak bertanggung jawab kepada rakyatnya,” kata Profesor Koichi Nakano dari Universitas Sophia Tokyo.
"Apa pun yang dia lakukan, dia melakukannya bertentangan dengan prinsip-prinsip konstitusional. Dia melakukannya bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi,” lanjut Nakano.
Tetapi bagi para pendukungnya, Abe adalah seorang yang progresif. Sebelum pemimpin dunia lainnya, Abe melihat meningkatnya ancaman dari China, dan memutuskan Jepang harus menjadi anggota aliansi AS-Jepang yang didukung penuh.
"Abe memiliki visi yang sangat futuristik," kata mantan penasihatnya, Suzuki. "Dia melihat bahwa China akan bangkit, dan Amerika Serikat akan mundur dari kawasan itu. Agar Amerika Serikat tetap terlibat di kawasan ini, dia menyadari bahwa kita perlu memiliki kekuatan untuk mempertahankan diri" lanjut Suzuki.