Iran Dikecam Dunia atas Tewasnya Mahsa Amini Berhijab Longgar
- Koleksi pribadi keluarga Mahsa Amini via BBC
VIVA Dunia – Iran mendapat kecaman internasional pada Selasa, 20 September 2022 atas kematian tragis seorang wanita bernama Mahsa Amini mengalami koma setelah ditahan polisi syariah kemudian meninggal dunia. Amini yang meregang nyawa karena dipermasalahkan moral berpakaiannya menjadi isu yang mendorong orang-orang di Iran juga turun ke jalan.
Kematian yang dinilai janggal akibat kekerasan di dalam sel tahanan itu akhirnya memicu protes selama tiga hari termasuk bentrokan dengan pasukan keamanan di ibu kota dan kerusuhan lain yang merenggut sedikitnya tiga nyawa.
Kantor HAM PBB juga menyerukan adanya penyelidikan lanjut soal hal ini.
Amerika Serikat (AS) yang mencoba menghidupkan kembali Kesepakatan Nuklir 2015 dengan Iran juga meminta Republik Islam itu untuk mengakhiri penganiayaan sistemik terhadap perempuan.
Melansir dari AP, Rabu, 21 September 2022, Italia juga berada di pihak yang sama dengan PBB dan AS dan mengutuk kematian Amini, perempuan muda usia 22 tahun tersebut.
Namun para pejabat Iran menolak kritik Internasional yang dianggap bermotivasi politik dan menuduh negara-negara asing yang tidak disebutkan namanya mengobarkan kerusuhan.
Secara terpisah, seorang pejabat Iran mengatakan tiga orang telah dibunuh oleh kelompok bersenjata yang tidak disebutkan namanya di wilayah Kurdi di negara tempat protes dimulai. Hal ini merupakan konfirmasi resmi pertama kematian terkait dengan kerusuhan tersebut.
Kantor berita Fars melaporkan bahwa sekitar 300 pengunjuk rasa telah berkumpul di pusat Kota Teheran pada hari Selasa dan meneriakkan kalimat "Matilah diktator."
Wartawan kemudian melihat pengerahan besar-besaran polisi di daerah itu serta tempat sampah dan batu juga dibakar di beberapa persimpangan.
Gubernur Teheran Mohsen Mansouri menuduh kedutaan asing memanas-manasi agar protes berlanjut dan mengatakan tiga warga negara asing telah ditangkap. Namun dia tidak merinci kewarganegaraan atau tahanan yang tewas dalam protes yang pecah di ibu kota.
Badan PBB mengatakan polisi moralitas Iran telah memperluas patroli mereka dalam beberapa bulan terakhir, dan menargetkan wanita karena tidak mengenakan jilbab dengan benar. Polisi moralitas selama ini merazia kemudian menangkap dan menahan perempuan yang dianggap tidak mengenakan jilbab atau hijab dengan benar termasuk kalau dianggap kurang tertutup.
Dikatakan dalam video terverifikasi menunjukkan wanita yang ditampar di wajah, dipukul dengan tongkat dan dilemparkan ke mobil polisi karena dianggap mengenakan jilbab yang terlalu longgar.
Patroli serupa sebelumnya juga menahan Mahsa Amini yang berusia 22 tahun dan membawanya ke kantor polisi di mana dia pingsan. Dia meninggal tiga hari kemudian.
Polisi Iran juga membantah telah menganiaya Amini dan mengatakan dia meninggal karena mengalami serangan jantung. Pihak berwenang mengungkapkan bahwa mereka sedang menyelidiki insiden tersebut.
"Kematian tragis Mahsa Amini dan tuduhan penyiksaan dan perlakuan buruk harus segera diselidiki, tidak memihak dan efektif oleh otoritas independen yang kompeten,” kata Nada Al-Nashif, Pelaksana Komisioner Tinggi HAM PBB.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken juga menanggapi hal itu.
“Sebaliknya, Amerika Serikat dan rakyat Iran berduka untuknya. Kami menyerukan kepada pemerintah Iran untuk mengakhiri penganiayaan sistemik terhadap perempuan dan mengizinkan protes damai," cuitnya.
Kementerian Luar Negeri Italia menyerukan bahwa pelaku tindakan ini bersikap pengecut.
"Kekerasan terhadap orang yang tidak bersalah, terutama perempuan dan anak perempuan, tidak akan pernah bisa ditoleransi."
Namun Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian menolak kritik itu dan menuduh AS sedang menunjukkan air mata buaya.
“Investigasi diperintahkan atas kematian tragis Mahsa, seperti yang dikatakan Presiden, seperti putri kami sendiri,” cuitnya.
"Bagi Iran, hak asasi manusia memiliki nilai yang melekat, tidak seperti mereka yang melihatnya (sebagai) alat melawan musuh," lanjut Menlu Iran.