Johnson: Inggris Tak akan Pernah Akui Aneksasi Rusia atas Krimea

PM Inggris, Boris Johnson, bersama Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky.
Sumber :
  • Ukrainian Presidential Press Office via AP.

VIVA Dunia – Inggris pada Selasa mengatakan tidak akan pernah mengakui pencaplokan Rusia atas Krimea atau wilayah Ukraina lainnya "meski menghadapi serangan Presiden Rusia Vladimir Putin".

Bule Rusia Dideportasi, Overstay hingga Tak Bayar Tagihan RS Rp 33 Juta di Bali

Berbicara dalam KTT Crimea Platform melalui tautan video pada Selasa (23/8), mantan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan bahwa dukungan militer, kemanusiaan, ekonomi, dan diplomatik untuk Ukraina harus terus diberikan "sampai Rusia mengakhiri perang yang mengerikan ini dan menarik pasukannya dari seluruh wilayah Ukraina".

Menurut dia, aneksasi Rusia ke Krimea pada 2014 adalah penyebab langsung dari perang saat ini.

Indonesia di Atas AS dan Rusia dalam Hal Ini

“Dan kita harus memiliki kerendahan hati untuk mengakui bahwa tidak semua orang menyadari betapa dahsyatnya yang terjadi pada saat itu,” kata Johnson.

“Semua negara kita selamanya bereaksi dengan kekuatan dan persatuan, setelah Putin meningkatkan serangannya terhadap Ukraina pada 24 Februari tahun ini.”

Menteri Rosan Pastikan Gerak Cepat Realisasikan Komitmen Investasi US$8,5 Miliar dari 10 Perusahaan Inggris

Johnson menambahkan bahwa dengan aneksasi ilegal atas Krimea, Putin telah melanggar Pasal 2 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Undang-Undang Terakhir Helsinki, dan Pakta Persahabatan Rusia-Ukraina.

“Dan sejak pencaplokan, orang-orang Krimea telah mengalami pelanggaran hak asasi manusia yang brutal dan sistematis,” kata dia.

Pelanggaran itu, kata Johnson, termasuk penganiayaan terhadap etnis Muslim Tatar di Krimea, penangkapan sewenang-wenang yang meningkat sepuluh kali lipat tahun lalu, dan pembatasan kepemilikan tanah untuk warga Rusia.

“Putin mengerahkan semakin banyak pasukan Rusia di semenanjung itu, mengubah wilayah itu menjadi kamp bersenjata untuk mengancam seluruh Ukraina, dan dengan demikian Krimea, tentunya menjadi landasan peluncuran invasi pada 24 Februari," ujar Johnson.

Dia menggarisbawahi bahwa Presiden Rusia berencana melakukan hal yang sama ke seluruh Ukraina dengan "lebih banyak referendum palsu".

“Jadi, sangat penting bagi kita semua untuk berdiri bersama dalam membela prinsip dasar hukum internasional, yaitu bahwa tidak ada wilayah, tidak ada negara, yang dapat merebut wilayah lain, atau mengubah perbatasan, dengan kekuatan senjata," ujar Johnson.

Pada 2014, Rusia mencaplok Semenanjung Krimea di Ukraina. Tindakan itu secara luas dipandang ilegal oleh komunitas internasional, termasuk oleh Turki dan Majelis Umum PBB. (Ant/Antara)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya