Dituduh Lilit Sri Lanka Pakai Utang hingga Bangkrut, China Tak Terima

Ekonomi China melalui geliat pembangunan di Kota Beijing
Sumber :
  • AP Photo/Andy Wong

VIVA Dunia – China pada Kamis, 28 Juli 2022 membela diri soal usaha infrastruktur besar-besaran dan investasi di Sri Lanka dan mengatakan bahwa mereka telah meningkatkan pembangunan ekonomi negara itu. Hal itu terjadi di tengah kritik dari Amerika Serikat (AS) terhadap proyek-proyek Beijing yang dianggap tidak produktif di sana. Pula kesepakatan pinjaman yang terkesan abu-abu di antara alasan kebangkrutan negara itu termasuk jatuhnya pelabuhan utama Sri Lanka ke tangan China.

Perang Bintang AS dan China

"Kerja sama praktis China-Sri Lanka selalu dipimpin oleh Sri Lanka dengan perencanaan ilmiah dan verifikasi menyeluruh tanpa pamrih," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian dalam jumpa pers dikutip dari NDTV, Jumat, 29 Juli 2022.

"Memang betul proyek-proyek China telah mendorong pembangunan ekonomi Sri Lanka dan membawa manfaat bagi rakyat Sri Lanka," kata pejabat USAID di Sri Lanka Samantha Power. Namun Power tak berhenti di sana. Dia juga menyinggung sebenarnya perlunya China membantu pada masa krisis sekarang ini.

8 orang tewas dan 17 Luka-luka usai Insiden Penusukan di Sebuah Sekolah di China

Kapal carrier Asian Sun membawa mobil-mobil Hyundai di Pelabuhan Hambantota

Photo :
  • AP Photo/Chamila Karunarathne

Berbicara di New Delhi pada Rabu, 27 Juli 2022, Power mengatakan India bereaksi sangat cepat dengan serangkaian tindakan yang benar-benar kritis untuk membantu Sri Lanka mengatasi krisis ekonominya. Tetapi seruan ke China untuk memberikan bantuan yang signifikan belum dijawab.

Posisi Utang Luar Negeri RI di Kuartal III-2024 Capai US$427,8 Miliar, Tumbuh 8,3%

Power mengatakan China menjadi salah satu kreditur terbesar Sri Lanka yang sering menawarkan pinjaman buram dengan suku bunga lebih tinggi daripada pemberi pinjaman lain. Dia juga bertanya-tanya apakah Beijing akan merestrukturisasi utang untuk membantu Sri Lanka.

Menolak tuduhannya, Zhao mengatakan ada beberapa komponen utang luar negeri Sri Lanka, di mana utang terkait China mengambil bagian yang jauh lebih sedikit daripada pasar modal internasional dan bank pembangunan multilateral.

Protes atas zona ekonomi di Ambalontota usai Pelabuhan Hambantota jatuh ke China

Photo :
  • AP Photo/Eranga Jayawardena

"Selain itu, apa yang diberikan China untuk Sri Lanka hampir merupakan pinjaman preferensial dengan suku bunga rendah dan jangka panjang, yang telah memainkan peran positif dalam meningkatkan infrastruktur dan mata pencaharian Sri Lanka," katanya.

Proyek-proyek China yang tidak produktif di Sri Lanka termasuk pelabuhan Hambantota, yang diambil alih Beijing dengan pengelolaan 99 tahun sebagai pertukaran utang. Hal itu juga mendapat kecaman tajam.

Krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang dihadapi oleh Sri Lanka telah menyebabkan kekurangan bahan bakar, gas untuk memasak dan obat-obatan serta antrean panjang untuk pasokan penting lainnya yang menyebabkan protes anti-pemerintah besar-besaran dan penggulingan mantan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa.

China, yang menyumbang 10 persen dari utang Sri Lanka, dilaporkan menolak menawarkan pemotongan utang.

Massa meminta PM Sri Lanka mundur usai Presiden Rajapaksa kabur ke luar negeri

Photo :
  • AP Photo/ Photo/Rafiq Maqbool

Zhao juga berusaha menyalahkan kebijakan AS termasuk kenaikan suku bunga, sanksi sepihak dan kebijakan stimulus besar-besaran yang berdampak serius pada banyak negara berkembang seperti Sri Lanka.

"Saya ingin menekankan bahwa pasar ekonomi dan keuangan global telah mengambil banyak korban karena kenaikan suku bunga mendadak AS baru-baru ini dan pengurangan neraca telah menyedot dolar lebih cepat, kebalikan dari kebijakan pelonggaran kuantitatif yang sudah berjalan lama dan stimulus besar-besaran yang tidak bertanggung jawab," ujarnya.

Tanpa mengacu pada perang Rusia-Ukraina, Zhao juga menyalahkan sanksi AS yang membawa ketidakpastian ekonomi dunia.

"Sanksi sepihak dan hambatan tarif AS telah merusak keamanan rantai industri dan memperburuk lonjakan harga energi, pangan, dan komoditas lainnya. Ini semakin memperburuk situasi keuangan dan ekonomi banyak negara berkembang termasuk Sri Lanka," ujar dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya