Negara Kacau, Ketua Parlemen Diminta Ambil Alih Pemerintahan Sri Lanka
- AP Photo/Eranga Jayawardena.
VIVA DUNIA – Kepala Staf Pertahanan Sri Lanka telah meminta masyarakat untuk bekerja sama dalam menjaga hukum dan ketertiban, serta mengimbau mereka untuk tidak merusak properti publik setelah ribuan pengunjuk rasa memaksa masuk ke kantor Perdana Menteri Rabu, 13 Juli 2022.
Melansir dari NDTV, Kamis 14 Juli 2022, Kepala Staf Pertahanan Jenderal Shavendra Silva dalam sebuah pernyataan mengatakan dia dan kepala angkatan bersenjata lainnya telah meminta Ketua parlemen untuk menyerukan pertemuan para pemimpin semua partai untuk menyelesaikan krisis ekonomi dan politik yang dialami negara kepulauan itu.
Setelah pertemuan semua partai kemarin, sebuah pernyataan mengatakan mereka telah meminta Perdana Menteri (PM) Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe untuk mundur, dan membiarkan Ketua parlemen mengambil alih pemerintahan sebagai penjabat Presiden.
Kemarin, pengunjuk rasa di Sri Lanka melawan gas air mata, meriam air dan keadaan darurat untuk memasuki kantor Perdana Menteri setelah presiden negara itu melarikan diri ke Maladewa. Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa bersama istrinya telah melarikan diri ke Maladewa dengan pesawat militer.
Dalam sebuah pernyataan yang disiarkan di televisi, Wickremesinghe mengatakan dia telah menginstruksikan militer dan polisi untuk melakukan tindakan apa pun yang diperlukan untuk memulihkan ketertiban.
Tapi rekaman menunjukkan personel keamanan bersenjata hanya berdiri di halaman kantornya saat pengunjuk rasa, beberapa memegang bendera nasional, berseliweran dan mengambil gambar.
Wickremesinghe secara otomatis akan menjadi penjabat Presiden jika Rajapaksa mengundurkan diri, tetapi dirinya sendiri telah mengumumkan kesediaannya untuk mengundurkan diri jika konsensus tercapai untuk membentuk pemerintahan persatuan.
"Kita tidak bisa merobek konstitusi kita," katanya dalam pernyataannya.Â
"Kita tidak bisa membiarkan fasis mengambil alih. Kita harus mengakhiri ancaman fasis terhadap demokrasi ini," ujarnya, seraya menambahkan bahwa gedung-gedung resmi yang diduduki para pengunjuk rasa harus dikembalikan ke kendali negara.
Mantan pemain kriket Sri Lanka Sanath Jayasuriya, yang merupakan salah satu kritikus paling keras terhadap rezim negara kepulauan itu, dalam sebuah wawancara eksklusif dengan NDTV mengatakan bahwa kesalahan atas protes tersebut terletak pada Wickremesinghe dan Rajapaksa, yang tetap terpaku pada kursi mereka di tengah krisis ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya.