Menlu Inggris Liz Truss Calonkan Diri Jadi Pengganti Boris Johnson
- AP Photo/Alastair Grant
VIVA Dunia – Menteri Luar Negeri Inggris, Liz Truss, pada Minggu, 10 Juli 2022 mengumumkan bahwa dirinya bersedia untuk menggantikan Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, sebagai PM dan pemimpin partai Konservatif yang berkuasa di Inggris.
"Saya menempatkan diri saya ke depan (maju) karena saya dapat memimpin, menyampaikan dan membuat keputusan sulit. Saya memiliki visi yang jelas tentang masa depan dan pengalaman dan tekad untuk membawa kita ke sana," katanya di surat kabar Daily Telegraph.
Sebelumnya Johnson pada minggu ini telah mengumumkan bahwa dia akan mengundurkan diri, setelah kesalahan penanganan skandal yang mendorong serangkaian pengunduran diri menteri.
Melansir dari The Straits Times, Senin 11 Juli 2022, Truss dipandang sebagai salah satu tokoh favorit dalam perlombaan pemilihan kepemimpinan partai Konservatif. Jumlah kandidat bertambah menjadi 11 tak lama setelah pengumumannya sebagai anggota parlemen Rehman Chishti mengikuti pencalonannya sendiri.
Ketika dia berusia tujuh tahun, Liz Truss pernah memainkan peran sebagai mantan Perdana Menteri Margaret Thatcher dalam drama pemilihan umum di sekolahnya pada tahun 1983.
Empat dekade kemudian, meskipun tidak mendapatkan satu suara pun saat itu, dia sekali lagi berusaha untuk meniru Sang Wanita Besi, sebutan untuk Margaret Thacher, dengan memenangkan kekuasaan dan memimpin Inggris keluar dari periode krisis inflasi tinggi dan ketidakstabilan ekonomi.
Truss adalah pendukung perdagangan bebas, pajak yang rendah, yang pernah menentang Brexit tetapi sekarang berharap pembicaraan langsung. Pengalamannya di panggung dunia dapat meyakinkan rekan kerja dan akar rumput partai konservatif bahwa dia layak untuk menjadi pemimpin Inggris.
Truss telah menciptakan kembali beberapa gambar paling ikonik dari pemimpin Inggris tahun 1980-an, mengendarai tank di Estonia dan mengenakan topi bulu Rusia di Moskow.
Masa jabatannya yang singkat sebagai diplomat top Inggris, adalah hadiah karena mempelopori serangkaian kesepakatan perdagangan pasca-Brexit setelah negara itu benar-benar keluar dari Uni Eropa tahun lalu, dan telah membuatnya mengambil sikap kuat terhadap Brussels atas gesekan-gesekan berikutnya.
Sementara itu, dia juga telah menentang invasi Rusia ke Ukraina dengan keterusterangan yang khas, mendesak sekutu untuk tetap teguh dalam menuntut Moskow, meskipun mendorong warga Inggris untuk berperang di sana dianggap sebagai kesalahan.