Tersandung 'Partygate', PM Inggris Lolos dari Mosi Tidak Percaya
- Stefan Rousseau/Pool Photo via AP
VIVA – Perdana Menteri Inggris Boris Johnson lolos dari mosi tidak percaya gegara skandal partygate yang bisa menggusurnya dari kursi kekuasaan. Dia masih mendapatkan dukungan yang cukup dari Partai Konservatifnya untuk tetap menjabat.
Johnson masih selamat dari mosi tidak percaya dengan merauh 211 berbanding 148. Dia dikenal sebagai pemimpin yang handal menghindari skandal.
Namun, ia berjuang untuk mengembalikan catatan kelamsaat dirinya dan stafnya berulang kali mengadakan pesta mabuk-mabukan yang mencemooh pembatasan COVID-19.
Sebelumnya, dukungan di antara sesama anggota parlemen konservatif melemah karena beberapa orang telah melihat Johnson sebagai sosok yang hanya terkenal. Bukan hanya sebagai pemimpin yang memiliki kewajiban dalam pemilihan.
Perolehan tersebut diklaim Johnson sebagai kemenangan yang meyakinkan. Kemudian, ia juga menyerukan persatuan di dalam partai tersebut.
“Artinya sebagai pemerintah kita dapat bergerak dan fokus pada hal-hal yang menurut saya sangat penting bagi masyarakat,” kata Johnson, dikutip dari AP, Selasa 7 Juni 2022.
Saat ini, Johnson tanpa calon terdepan yang jelas untuk menggantikannya. Sebagian besar pengamat politik memperkirakan bahwa Johnson akan mengalahkan tantangan itu.
Namun, pemberontakan yang menolaknya akan tetap menjadi peristiwa penting bagi Johnson. Kemudian, merupakan perpecahan konservatif yang mendalam kurang dari tiga tahun setelah ia memimpin partai tersebut meraih kemenangan pemilihan terbesarnya dalam beberapa dasawarsa.
Margin kemenangan Johnson kurang dari pendahulunya yakni Theresa May dalam pemungutan suara serupa pada Desember 2018. May terpaksa mengundurkan diri enam bulan kemudian.
Sejak menggantikan May sebagai perdana menteri pada 2019, Johnson memimpin Inggris keluar dari Uni Eropa. Inggris juga bisa melalui pandemi yang telah mengguncang Inggris secara ekonomi dan sosial.
Pemungutan suara tersebut dilakukan ketika pemerintah Johnson berada di bawah tekanan kuat untuk meringankan beban tagihan energi dan makanan yang meroket.
Namun, yang lebih parah adalah tindakan dia dan stafnya yang mengadakan pesta ilegal berulang kali selama pembatasan COVID-19. Hal tersebut juga mengundang kemarahan di negara itu, dan kegelisahan di antara banyak konservatif.