Pelaku Tembak Neneknya Sebelum Serang Siswa SD di Texas AS
- AP Photo/Dario Lopez-Mills
VIVA – Sebanyak 21 orang dilaporkan tewas dalam insiden penembakan di sebuah sekolah dasar Texas, Amerika Serikat, Selasa, 24 Mei 2022. 18 orang tewas merupakan siswa sekolah dasar, dan 3 lainnya adalah orang dewasa. Korban tewas diberondong tembakan seorang pria berusia 18 tahun, Salvador Ramos.
Pria bersenjata itu ditembak mati oleh seorang agen patroli perbatasan yang heroik dengan berlari ke sekolah saat peristiwa terjadi. Ia dibantu tim pendukung taktis membunuhnya saat dia dibarikade di dalam, dan terlibat baku tembak dengan petugas penegak hukum Texas lainnya.
"Pria bersenjata itu, Salvador Ramos - mengenakan pelindung tubuh, dilengkapi dengan pistol dan mungkin senapan - menembak neneknya sebelum memasuki sekolah dan melepaskan tembakan," kata Gubernur Greg Abbott dilansir Daily Mail, Rabu, 25 Mei 2022.
Nenek tersebut langsung dilarikan ke rumah sakit dan kondisinya belum diketahui.
Agen Patroli Perbatasan yang menembak dan membunuh Ramos memasuki sekolah dengan tim taktis, sementara penegak hukum melibatkan grup penembak.
Menurut Gubernur Abbott, Salvador Ramos, yang lahir di North Dakota tetapi tinggal di Uvalde, adalah seorang siswa di Uvalde High School. Pada malam sebelumnya, Ramos diketahui menghilang dari rumah.
"Dia menembak dan membunuh - secara mengerikan dan tidak dapat dipahami - 14 siswa dan membunuh seorang guru," kata Abbott pada konferensi pers. Jumlah korban tewas kemudian direvisi menjadi 18 anak.
"Ada keluarga yang berduka saat ini. Dan negara bagian Texas sedang berduka bersama mereka,"
Ini adalah insiden paling mematikan sejak 14 siswa sekolah menengah dan tiga staf dewasa tewas di Parkland, Florida pada 2018 - dan yang terburuk di sebuah sekolah dasar sejak penembakan Sandy Hook 2012 di Connecticut, di mana 20 anak-anak dan enam staf tewas.
"Gagasan bahwa seorang anak berusia 18 tahun dapat masuk ke toko senjata dan membeli dua senjata serbu adalah salah," kata Joe Biden, berbicara kepada negara itu dari Gedung Putih pada Selasa malam.
'Sebagai bangsa, kita harus bertanya: Kapan nama Tuhan ada di pucuk senjata?'
Dia menambahkan: 'Mengapa kita rela hidup dengan pembantaian ini? Mengapa kita terus membiarkan ini terjadi? Di mana dalam nama Tuhan adalah tulang punggung kita?'