Rekam Jejak Sheikh Mohammed bin Zayed, Presiden Baru UEA

Syekh Mohammed bin Zayed.
Sumber :
  • Twitter Syekh Mohammed bin Zayed.

VIVA – Uni Emirat Arab (UEA) baru saja menunjuk Sheikh Mohammed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) sebagai pimpinan negara usai kematian Sheikh Khalifa. Sheikh Mohammed bin Zayed atau yang lebih akrab disebut sebagai MbZ ini dipilih sebagai presiden oleh dewan agung federal pada Sabtu 14 Mei 2022 waktu setempat. 

Prabowo Sampaikan Ucapan Natal, Ajak Masyarakat Wujudkan Indonesia yang Damai dan Sejahtera

Ia menggantikan saudara tirinya, Sheikh Khalifa bin Zayed yang meninggal dunia pada Jumat, 13 Mei 2022 lantaran menderita penyakit stroke sejak tahun 2014 lalu. MbZ yang kini berusia 6 tahun sudah bertahun-tahun lamanya memegang kekuasaan di belakang layar. Ia juga pernah memimpin penataan kembali Timur Tengah yang membuat poros anti Iran dengan Israel.

Jabatan sebagai presiden ini akan memperkuat posisi Mohammed bin Zayed sebagai penguasa negara penghasil minyak tersebut. Dia menjadi presiden ketika hubungan lama UEA dengan Amerika tengah memburuk usai anggapan AS yang melepaskan diri dari masalah keamanan sekutu di Teluk Arab. 

Plus dan Minus Bila Jokowi Bikin Partai Baru

Pendidikan Militer

Presiden Jokowi bersama Pangeran Abu Dhabi, Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan.

Photo :
  • Twitter: @jokowi
Menkum Sebut Recovery Aset Lebih Baik daripada Menghukum Koruptor

Sebelum menduduki kasta tertinggi UEA, MbZ pernah melewati masa pendidikan perwira militer di Perguruan Tinggi yang berada di Sandhurst, Inggris. Tapi, ketika mengenyam pendiudikan di Inggris, ia pernah mengalami ketidakpercayaan diri usai dua orang rekan senegaranya terlibat dalam aksi serangan 11 September di Amerika Serikat. 

Mohammed bin Zayed dipandang sebagai sosok yang modernis dan kharismatik, baik di dalam maupun luar negeri. Peran sentralnya dalam kebijakan negara, baik di bidang militer dan ekonomi menjadikan UEA disegani di dunia internasional. 

Ia adalah salah seorang yang berperan besar dalam mempromosikan Abu Dhabi. Ibu kota UEA ini sebelumnya berprofil rendah tapi kini memegang kekayaan minyak UEA dengan memacu perkembangan energi, infrastruktur, dan teknologi. 

Jabatan Terakhir Mohammed bin Zayed

Presiden Joko Widodo dalam pertemuan bilateral dengan Sheikh Mohammed Bin Zayed Al Nahyan (MBZ) yang digelar di Istana Al-Shatie, Abu Dhabi, Persatuan Emirat Arab, pada Rabu, 3 November 2021.

Photo :
  • Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden

Saat ini, ia menjabat sebagai wakil panglima tertinggi angkatan bersenjata UEA. Sheikh Mohammed bin Zayed dipuji lantaran mampu mengubah militer UEA menjadi salah satu yang paling efektif di Timur Tengah, 

Salah satunya adalah dengan mereformasi militer UEA menjadi kekuatan dengan teknologi tinggi ditambah dengan kekayaan minyak negaranya dan juga memegang status sebagai pusat bisnis dunia serta memperluas UEA secara internasional. 

Keputusan Kontroversi

Syekh Mohammed bin Zayed.

Photo :
  • Twitter Syekh Mohammed bin Zayed.

Selain itu, ia juga pernah membuat beberapa keputusan kontroversial yang menggemparkan jagat internasional. Ia pernah mendukung penggulingan militer kepada presiden terpilih Mesir, Mohamed Morsi dan memperjuangkan Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammed bin Salman untuk naik ke takhta kekuasaan dalam kudeta istana 2017. 

Pria 61 tahun ini juga pernah mendorong AS untuk memberikan tekanan kepada Iran dan juga mendukung pemerintah Yaman supaya melepaskan cengkeraman dari Houthiyang didukung Iran. 

UEA juga pernah memboikot negara tetangga, Qatar karena mendukung Ikhwanul Muslimin dan terlibat dalam konflik Somalia, Libya serta Sudan sebelum menjungkirbalikkan konsensus Arab selama beberapa dekade dengan menjalin hubungan bersama Israel tahun 2020, bersama Bahrain. 

Para diplomat dan juga analis internasional melihat bahwa sosok MbZ ini sebagai seorang pemikir taktis. Ia tidak ragu dalam mengambil keputusan secara independen untuk kepentingan ekonomi. 

Dunia internasional cukup tercengan dengan beberapa keputusan MbZ. Abstain ketika voting DK PBB untuk mengutuk invasi Rusia dan juga menolak permintaan Barat untuk memompa minyak lebih banyak menimbulkan ketegangan dengan AS. 

UEA juga mengabaikan peringatan dari Amerika dan tetap memasok senjata dan mendukung Khalifa Haftar Libya melawan pemerintahan yang sah. Mereka juga mengatur kudeta terhadap Presiden Sudan, Omar Hassan al-Bashir pada tahun 2019. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya