7 Penjelasan Kenapa Ekonomi Sri Lanka Merosot Tajam
- AP Photo/Eranga Jayawardena)
VIVA – Kekuatan ekonomi sebuah negara adalah salah satu pilar yang menjaga kestabilan sebuah negara. Jika ekonomi menurun, ditakutkan akan memberikan dampak buruk bagi negara dan rakyatnya.
Negara Srilanka sedang mengalami hal tersebut. Ada beberapa fakta dan penjelasan mengenai menurunnya perekonomian Sri Lanka. Berikut penjelasannya :
7 penjelasan mengapa ekonomi Sri Lanka merosot
a. Utang yang Membengkak
Setiap negara pasti memiliki utang dan bukan berarti hal tersebut buruk. Malah sebaliknya, negara yang memiliki utang adalah negara yang "sehat" Namun, berbeda kasus dengan Sri Lanka, yang mana negaranya memiliki utang yang terus bertambah dan membengkak.
Menurut penjelasan pers Sri Lanka, pada Februari 2022, negara ini hanya memiliki cadangan US$ 2,31 miliar. Sementara utang kepada luar negeri yang harus dibayar adalah sekitar US$ 4 miliar pada tahun 2022, termasuk pula kedalamnya obligasi negara internasional (ISB) senilai US$ 1 miliar yang jatuh tempo pada Juli 2022 mendatang.
b. Ancaman Inflasi yang Terus Naik
Krisis ekonomi Sri Lanka disebut menjadi ancaman inflasi bagi negara lain di dunia. Bahkan, tercatat sejak bulan Maret. Inflasi makanan di Sri Lanka mencapai 30,2% di bulan Maret.
Bahkan, Srilanka saat ini mengalami depresiasi 40% mata uang terhadap dolar AS dalam satu bulan. Utang publik yang diperkirakan oleh Dana Moneter Internasional sebesar 120% dari PDB. Lanjut lagi, obligasi Sri Lanka senilai US$ 1 miliar yang jatuh tempo pada bulan Juli. Sementara cadangan devisa dikabarkan sangat sedikit.
Situasi negara ini makin berantakan disebabkan juga oleh krisis energi. Semua faktor itu menyebabkan ratusan masyarakat Sri Lanka melakukan demo. Faktor-faktor inilah yang disebut akan menambah beban inflasi di negara lain.
c. Devisa yang Menurun
Mengutip dari CNBC, turunnya kekuatan ekonomi Sri Lanka menyebabkan negara ini mengalami kesulitan parah dan bahkan susah untuk mendapat suntikan dana asing di tengah krisis ekonomi nya.
International Monetery Fund atau IMF menyebutkan, bahwa devisa Sri Lanka yang tersisa hanya dapat bertahan selama satu bulan saja. Sri Lanka mengupayakan langkah-langkah perbaikan dengan mengikuti syarat-syarat pengajuan dana yang diberikan oleh IMF.
d. Larangan Menggunakan Pupuk Kimia
Pertanian di Sri Lanka juga terkena dampak dari krisis. Pemerintah Sri Lanka berlakukan larangan terhadap penggunaan pupuk berbahan kimia dengan alasan kampanye politik pemerintah untuk menghasilkan dan konsumsi pangan yang sehat. Hal ini menyebabkan Sri Lanka harus melakukan impor pupuk.
e. Pandemi Covid 19
Setiap negara di dunia yang terkena dampak Covid 19 memang mengalami penurunan ekonomi. Begitu pula dengan Sri Lanka.
Menurut data yang dikeluarkan oleh Wion News, melaporkan bahwa jumlah kemiskinan di Sri Lanka, sejak terjadinya pandemi Covid 19 mengalami peningkatan yang sangat signifikan
f. Kebijakan Keringanan Pajak
Pemerintah Sri Lanka dapat dikatakan menjadi "biang kerok" terjadi krisis di Sri Lanka. Salah satu kebijakan pemerintah yang dinilai menjadi titik kehancurna ekonomi negara tersebut adalah pemotongan ppn (pajak) untuk rakyatnya dalam segala bentuk pembayarannya, alasan kuat ini awalnya dimaksudkan meningkatkan konsumsi.
Namun nahas, tiga bulan setelah diberlakukannya kebijakan tersebut, Covid 19 melanda dunia. Pemberlakuan lockdown menghambat konsumsi dan membuat utang publik di Sri Lanka meningkat.
e. Aksis Terorisme
Pada 21 April 2019, aksi terorisme telah terjadi di Sri Lanka. Pada hari itu, tak disangka, terdapat 8 aksi terorisme yang terjadi hanya dalam satu hari di Sri Lanka. Aksi ini memakan banyak korban jiwa.
Tanpa disadari, kejadian dalam tindakan terorisme tersebut berdampak kepada sektor pariwisata di negara Sri Lanka, yang mana devisa negara Sri Lanka juga banyak dari sektor tersebut. Tak lama setelah itu, terjadilah pandemi Covid 19.