Peneliti Oxford: Pekerjaan Diplomat Rusia Posting Berita Palsu
- AP Photo/J. Scott Applewhite
VIVA – Perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina, bukan sekadar perang penembakan artileri dan penghancuran gedung-gedung belaka. Namun, sejauh perang tersebut juga diiringi dengan perang disinformasi yang menyebar ke seluruh dunia.
Ketika perusahaan media sosial telah bergerak untuk menekan pemerintah Rusia dan disinformasi yang disebarkan tentang perang di Ukraina, para diplomat Kremlin justru melakukan pekerjaan kotor.
Kedutaan dan konsulat Rusia di seluruh dunia secara produktif menggunakan Facebook, Twitter, dan platform lainnya untuk menangkis kesalahan atau tuduhan yang berusaha memojokan Rusia.
Perusahaan teknologi bahkan telah merespons dengan menambahkan lebih banyak label ke akun diplomatik Rusia, dan menghapus akun Rusia dari rekomendasi dan hasil pencariannya. Namun, akun-akun Rusia tersebut masih tetap aktif dan menyebarkan disinformasi serta propaganda di hampir setiap negara.
"Setiap minggu sejak awal perang, para diplomat ini telah memposting ribuan kali, dan mendapatkan lebih dari satu juta keterlibatan di Twitter per minggu," kata Marcel Schliebs, peneliti disinformasi di Institut Internet Oxford, Universitas Oxford, dikutip dari AP, Selasa 19 April 2022.
Dia telah melacak lebih dari 300 akun media sosial yang terhubung dengan kedutaan, konsulat, dan kelompok diplomatik Rusia. Beberapa kedutaan Rusia di Inggris dan Meksiko sangat aktif untuk menyebarkan propaganda pro-Rusia dan menyebarkan kebohongan untuk mendukung invasi Rusia.
"Rezim otoriter membutuhkan gelembung media. Itu seperti membutuhkan sensor di rumah, dan membutuhkan pesan untuk anda sendiri, baik untuk audiens domestik atau asing," ujar Nicholas Cull, profesor Universitas California Selatan yang mempelajari persimpangan diplomasi dan propaganda.
Sebagai perwakilan dari sebuah negara, diplomat diberdayakan untuk berbicara atas nama mereka. Diplomat selalu dikenal untuk mendorong poin pembicaraan negara asal mereka. Para diplomat Rusia khususnya telah lama dikenal menyebarkan disinformasi Kremlin.
Selain itu, para diplomat Rusia juga menggunakan media sosial untuk menyebarkan disinformasi tentang invasi Krimea pada 2014, dan tentang keracunan para pembangkang Rusia.