Gereja Ortodoks Rusia-Ukraina Pecah Gara-gara Pemimpin Bela Putin
- AP Photo/Alexander Zemlianichenko
VIVA – Pemimpin Gereja Ortodoks Rusia Patriarch Kirill yang merupakan pemimpin denominasi gereja terbesar di negara itu membenarkan invasi militer yang dilakukan Rusia ke negara Ukraina. Hal itu kata dia adalah bentuk perlawanan terhadap tekanan Barat termasuk melawan kebebasan parade gay alias LGBT yang dibenarkan di Barat. Invasi itu menurut dia merupakan perlawanan terhadap dosa.
Kirill merupakan sosok yang dianggap sebagai sekutu Presiden Rusia Vladimir Putin sejak lama. Dia karena itu sasaran kritik gereja-gereja Ortodoks di Ukraina yang sebelumnya sangat loyal terhadap Moskow dalam hal kongregasi gerejanya. Sejumlah loyalis Kirill bahkan kini mengkritiknya saat memimpin ibadah dengan tuntutan agar Gereja Moskow memberikan mereka independensi.
Dalam sebuah ibadah ibadah Minggu, Kirill sebagaimana dikutip dari The Star menggaungkan klaim Putin bahwa perang ini berlangsung untuk membebaskan para warga yang loyal kepada Rusia di Donbas dan selama ini disebut dipinggirkan. Kirill lebih fokus membahas soal pembebasan Ukraina Timur khususnya Donbas tanpa menyinggung soal penyerangan terhadap warga sipil di Ukraina.
Baca juga: Turis Asing Melonjak Masuk Indonesia karena VoA 43 Negara
"Kita memasuki perjuangan yang tak hanya soal fisik namun juga metafisik," kata Kiriil.
Oleh karena itu banyak jemaat Gereja Ortodoks Ukraina yang tak senang dengan sikap Kirill tersebut. Padahal diketahui selama ini gereja-gereja di sana loyal dengan Gereja Ortodoks Rusia termasuk para pendeta, pastor dan biarawan meskipun pada tahun 2018 dan 2019 ada pernyataan Gereja Ortodoks Ukraina yang lebih otonom dan berbasis di Kiev.
Sementara sejumlah bishop di Gereja Ortodox Ukraina telah memberi otorisasi kepada para pastor mereka untuk tidak mengikuti aturan dari Gereja Ortodoks Rusia dan tak ikut menyebut nama Patriarch Kirill dalam doa mereka. Padahal hal tersebut adalah salah satu tradisi dalam denominasi Ortodoks.
Sejak perang terjadi pada pertengahan Februari 2022, setidaknya ada 15 cabang gereja Ortodoks yang tidak lagi menyebut dan mengikuti doa Patriarch dalam ritual ibadah mereka dan tidak pula memberikan penghormatan kepada pemimpin Gereja Ortodoks itu.