Indeks Demokrasi Indonesia 2021 Naik, Tapi Masih Cacat

Warga memasukkan surat suara saat Pemilu 2019 (Foto ilustrasi).
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra

VIVA – The Economist Intelligence Unit (EIU) merilis Laporan Indeks Demokrasi 2021. Menurut laporan terbaru, 
EIU menobatkan Norwegia sebagai negara paling demokratis di dunia dengan skor indeks demokrasi tertinggi 9,75.

Gibran Ingatkan Perbedaan Pilihan Politik untuk Dewasakan Demokrasi

Pencapaian ini menjadikan Norwegia sebagai 'juara' dua kali berturut-turut sebagai negara paling demokratis. Pada tahun sebelumnya, Norwegia meraih skor 9,81 dan menjadikannya negara dengan indeks demokrasi tertinggi di dunia.
 
Indeks demokrasi tertinggi berikutnya disusul Selandia Baru (9,37), Finlandia (9,27), Swedia (9,26) dan Islandia (9,18). Norwegia, Selandia Baru, Finlandia, Swedia, dan Islandia adalah lima negara dengan skor teratas dalam indeks demokrasi.  
 
Sementara Afghanistan menggeser Korea Utara sebagai negara paling tidak demokratis dengan skor keseluruhan 0,32. Adapun lima negara paling bawah dalam indeks demokrasi 2021 adalah Republik Afrika Tengah (1,43), Republik Demokratik Kongo (1,40), Korea Utara (1,08), Myanmar (1,02), dan Afghanistan (0,32).

Indeks Demokrasi 2021 yang dirilis The Economist Intelligence Unit (EIU) merupakan gambaran demokrasi pada tahun 2021 di 165 negara merdeka. Indeks Demokrasi EIU dihitung berdasarkan lima indikator, yaitu proses pemilu dan pluralisme, fungsi pemerintah, partisipasi politik, budaya politik, dan kebebasan sipil. 

Ridwan Kamil Blak-blakan Akui Jadikan Jokowi Teladan dan Contoh dalam Berdemokrasi

Dalam laporannya, EIU mengklasifikasikan negara-negara ke dalam empat kategori rezim, yaitu demokrasi penuh (full democracy), demokrasi cacat (flawed democracy), rezim hibrida (hybrid regime), dan rezim otoriter (authoritarian). 

Negara-negara dengan skor tertinggi yang disebut di atas dikelompokkan sebagai negara demokrasi penuh (full democracy), yakni negara dengan sistem kontrol pemerintahan baik, sistem peradilan dan penegakkan hukum baik, kinerja pemerintah baik, serta media massa yang beragam dan independen.
 
Kondisi sebaliknya pada negara-negara yang diklasifikasikan masuk dalam rezim otoriter, dimana tidak ada demokrasi- pemimpin memerintah dalam waktu yang lama, kekuasaan sentralistik, tidak ada penegakan hukum dan tak ada kontrol media massa. 

Todung Mulya Lubis Ingatkan Polri Jaga Netralitas di Pilkada 2024, Singgung Gaji Polisi dari Pajak Rakyat

EIU juga mengelompokkan China di peringkat 148 dengkan skor 2,21 dan Rusia di peringkat 124 dengan skor 3,24 sebagai negara otoriter, bersanding dengan negara-negara Teluk, seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Oman, Qatar, Bahrain dan Yaman.

Indeks Demokrasi 2021 dirilis The Economist Intelligence Unit (EIU)

Photo :
  • The Economist Intelligence Unit (EIU)

Bagaimana Indonesia?

Berdasarkan laporan EIU, indeks demokrasi Indonesia tahun 2021 menduduki peringkat ke-52 dunia dengan skor 6,71. Peringkat Indonesia membaik dari tahun sebelumnya yang berada peringkat ke-64 dengan skor 6.3.

Meski secara peringkat naik, namun dalam EIU masih mengklasifikasikan Indonesia ke dalam kelompok negara dengan demokrasi cacat (flawed democracy). Menurut EIU, negara dengan demokrasi cacat umumnya sudah memiliki sistem pemilu yang bebas dan adil, serta menghormati kebebasan sipil dasar. 

Tapi, masih memiliki masalah fundamental seperti rendahnya kebebasan pers, budaya politik yang antikritik, partisipasi politik warga yang lemah, serta kinerja pemerintah yang belum optimal. 

Indonesia sebagai negara demokrasi cacat bersanding dengan negara-negara besar lainnya, seperti Prancis (7,99), Spanyol (7,94), Amerika Serikat (7,85), Italia (7,68), India (6,91). Pun dengan negara-negara di Asia Tenggara, seperti Malaysia (7,24), Timor Leste (7,06), Filipina (6,62), Singapura (6,23) dan Thailand (6,04).

Berdasarkan catatan EIU skor demokrasi global terus menunjukan penurunan dari 5,37 (2020) ke level terendah 5,28 (2021). Satu-satunya penurunan yang setara sejak tahun 2006 adalah pada tahun 2010 setelah krisis keuangan global.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya