Kisah Perjalanan Para TKI Jadi Korban Kerja Paksa di Malaysia
- bbc
"Dua tahun lalu. Orang dia (Lasri) kerja di sebelah sini. Dia datang ke saya, bilang punya utang, bagaimana bayarnya. Saya bilang kamu harus kerja kuat, kalau di sini tidak cukup."
"Bagaimana kalau kerja ke luar negeri, bagaimana caranya. Lah saya ada kenalan di Malaysia, dulu kan saya pernah kerja di Malaysia. Saya kenal orang di Malaysia yang punya anak cacat dan minta pembantu."
"Lalu dia (Lasri) bilang, saya kalau boleh sama anak saya (ke sana), ya tidak masalah, saya hubungkan. Saya hubungi langsung sama majikan, akhirnya sudah deal, saya disuruh mengantarkan," ungkap Ali.
Ali menambahkan, ia mengurus dokumen seperti paspor dan surat rekomendasi yang menghabiskan Rp5 juta, dan itu utang majikan yang diganti ke Ali setelah bertemu di Malaysia.
"Majikan yang bilang, nanti Pak Ali uruskan, habis berapa saya tanggung," kata Ali.
Ali juga mengatakan utang Lasri - untuk bayar utang dan pengurusan paspor - sekitar RM2.000 dibayarkan majikan dan akan dipotong gaji empat bulan.
Perjanjian kerja dan apa yang mereka kerjakan, kata Ali, dibicarakan sendiri oleh Lasri dan majikan di Malaysia itu.
"Saya (hanya) menjual tiket dan mengantar saja," kata Ali tentang perannya.
Ali menjelaskan, ia mengantarkan mereka menggunakan pesawat sampai ke Batam, berbeda dengan keterangan Lasri yang menggunakan kapal.
Ali pun menegaskan, Lasri dan anaknya adalah satu-satunya TKI yang dikirimkan ke Malaysia.
"Sebelumnya tidak ada, Bu Lasri ini yang pertama, bahasnya coba-coba saja," katanya.
Ali sendiri juga mengatakan pernah bekerja di Malaysia pada 1992 dan dikirim ke sana melalui Kepulauan Riau.
Berdasarkan laporan tahunan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Juli tahun lalu, kerja paksa, seperti yang dialami Lasrini dan putrinya, adalah kejahatan utama dalam perdagangan manusia di Malaysia.
Laporan itu menyebutkan, Malaysia terus "melakukan kejahatan perdagangan manusia dan penyelundupan migran, dan tidak menangani atau menyelesaikan tuduhan yang kredibel tentang perdagangan tenaga kerja."
Indonesia dan Malaysia belum menandatangani MOU tentang perlindungan pekerja migran. Indonesia mengatakan sepanjang MOU belum diteken, pengiriman pekerja ke negara itu secara resmi akan tetap dihentikan.