Amnesty International Tuding Israel Lakukan Kejahatan Apartheid
- ANTARA/REUTERS/Mussa Qawasma/cfo
VIVA – Amnesty International menyatakan Israel tak henti-hentinya melakukan kejahatan apartheid atau diskriminasi etnis, pemisahan berdasarkan ras, agama dan kepercayaan terhadap warga Palestina. Disebutkan Israel memperlakukan warga Palestina sebagai ras yang lebih rendah, dan harus diminta pertanggungjawaban.
Dilansir dari Aljazeera, Rabu 2 Februari 2022, Amnesty International mengeluarkan sebuah laporan terbarunya sebanyak 280 halaman yang merinci bagaimana Otoritas Israel menerapkan sistem penindasan dan dominasi terhadap warga Palestina.
Investigasi Amnesty International mencatat berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh Israel, termasuk penyitaan lahan dan properti Palestina, pembunuhan di luar hukum, pemindahan paksa, pembatasan pergerakan drastis, penahanan administratif dan menolak kewarganegaraan kepada orang Palestina.
Lembaga HAM internasional itu menyebut hal itu sebagai komponen sistem tindakan apartheid di bawah hukum internasional.
"Sistem ini dipertahankan dengan kekerasan, yang Amnesty International temukan sebagai apartheid, sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan,” kata Organisasi itu dalam sebuah pernyataan.
Menteri Luar Negeri Israel, Yair Lapid, dan perdana menteri pengganti, menolak laporan itu, dan menuduh bahwa "Amnesti menggemakan kebohongan yang sama yang dimiliki oleh organisasi teroris".
Dia juga menuduh Amnesty memiliki agenda anti yahudi. “Saya benci menggunakan argumen bahwa jika Israel bukan negara Yahudi, tak seorang pun di Amnesty akan berani menentangnya, tetapi dalam kasus ini, tidak ada kemungkinan lain,” katanya.
Ramy Abdu, ketua Monitor Hak Asasi Manusia, mengatakan Israel selama beberapa dekade menuduh para pencela dan kritikus pelanggaran hak asasi manusianya sebagai anti-yahudi.
“Kebijakan ini diadopsi oleh Kementerian Urusan Strategis Israel dan didukung oleh praktik sistematis pelabelan kritikus,” katanya kepada Al Jazeera.
“Seringnya Israel menggunakan istilah ‘anti-Semitisme atau anti yahudi’ telah mendiskreditkan tuduhannya dan membuktikan bahwa mereka hanya digunakan sebagai alat proaktif untuk tujuan mengintimidasi para aktivis, kritikus, dan organisasi.”
Tuduhan itu tidak hanya ditujukan pada mereka yang kritis terhadap Israel, tetapi juga mereka yang bersikap netral, tambah Abdu.
Duta Besar Amerika Serikat untuk Israel, Thomas Nides, menyebut laporan itu tidak masuk akal, sementara Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price, juga keberatan dengan temuannya.
“Kami menolak pandangan bahwa tindakan Israel merupakan apartheid. Laporan departemen sendiri tidak pernah menggunakan terminologi seperti itu," kata Price kepada wartawan