Kisah 9 Perempuan yang Selamat dari Tahanan Nazi
- bbc
Nicole membuatnya menjadi buku resep. Dia memakai sebagian kasurnya membentuk sampul buku itu.
Ketika Gwen mencatat kisah lengkap Helene tentang apa yang terjadi, bibi buyutnya menekankan meskipun mereka dipenjara, mereka tetaplah tentara.
Para perempuan itu bekerja sama menyabotase pembuatan cangkang untuk senjata yang disebut panzerfaust.
Kelaparan dan kelelahan
Pada April 1945, sekutu membombardir kamp itu berkali-kali. Nazi lalu memutuskan mengevakuasi penghuni kamp.
Situasi itu menyebabkan sekitar 5.000 perempuan di dalam kamp mengalami kelaparan dan kelelahan.
Dengan pakaian tipis dan kaki berdarah serta melepuh, mereka berjalan ke Jerman timur melintasi pedesaan.
Gwen mengatakan, bibi buyutnya dan delapan kawannya menyadari betapa berbahayanya dampak pawai menuju timur tersebut.
"Mereka benar-benar tahu bahwa mereka punya satu pilihan: mereka harus melarikan diri atau mereka akan dibunuh atau mati kelaparan," ujar Gwen.
"Jadi mereka menemukan momen ketika ada semacam kekacauan. Mereka melompat ke parit dan berpura-pura mati di atas tumpukan mayat. Saat itu ada begitu banyak tumpukan mayat, tapi perjalanan mereka tetap berlanjut."
Selama 10 hari berikutnya, para perempuan itu mencari tentara Amerika di garis depan. Jacky menderita difteri, Zinka mengidap TBC, Nicole pulih dari pneumonia, Helene menderita sakit pinggul kronis. Mereka patah tulang dan kelaparan, tapi mereka bertekad untuk menemukan kebebasan bersama.
Butuh banyak penyelidikan dan tiga perjalanan ke Jerman untuk menemukan rute yang dilalui para perempuan tersebut. Yang mengejutkan Gwen, setiap hari para perempuan itu ternyata hanya menempuh jarak yang begitu pendek.
"Kadang-kadang mereka hanya menempuh lima atau enam kilometer," kata Gwen.
"Ironisnya, mereka kelaparan sehingga membutuhkan makanan dan tempat untuk tidur dengan aman. Mereka perlu pergi ke desa dan berbicara dengan orang-orang, tapi setiap pergi ke desa, mereka justru menghadapi situasi yang paling berbahaya karena mereka bisa masuk ke perangkap atau dibunuh oleh penduduk desa."
Helene dan Lon, yang sama-sama menguasai bahasa Jerman, selalu pergi ke depan untuk meminta izin kepala desa agar diperbolehkan tidur di lumbung atau mendapatkan makanan sisa apa pun.
"Mereka segera memutuskan bahwa strategi terbaik adalah bertindak seolah-olah tidak ada yang salah dengan mereka berada di desa dan berpura-pura seolah semuanya baik-baik saja dan mereka tidak takut," kata Gwen.