Gugatan Warga Aceh atas Pelanggaran HAM ExxonMobil Disidangkan di AS
- bbc
- Komnas HAM: Kopassus `diduga terlibat pelanggaran HAM berat` di Aceh
- KKR Aceh mulai mendengarkan kesaksian korban dugaan pelanggaran HAM
- Papua: Pelajaran damai dari Aceh dan `pentingnya` dialog dengan kelompok pro referendum
Aktivis hak asasi manusia, berharap persidangan di AS ini akan menjadi pintu masuk penelusuran lebih lanjut keterlibatan oknum militer dan juga menjadi bahan evaluasi untuk memperketat penetapan objek vital nasional karena berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM.
Terkait dugaan keterlibatan militer, hingga berita ini diturunkan, BBC News Indonesia telah menghubungi Kepala Pusat Penerangan TNI, Kepala Dinas Penerangan TNI AD, dan Kepala Penerangan Kodam Iskandar Muda, namun belum ada jawaban.
Beberapa warga yang identitasnya dirahasiakan menceritakan kepada BBC News Indonesia tentang penyiksaan yang mereka alami. Ada yang dipukul dan ditembak dan ada pula yang dipukul karena pohon durian.
Pengacara pelapor: Pertanggungjawaban ExxonMobil atas pasukan `brutal dan disengaja`
Persidangan kasus dugaan pelanggaran HAM di Aceh Utara yang diduga dilakukan oleh ExxonMobil diperkirakan akan dilaksanakan pada September 2022.
Terry Collingsworth mengatakan, gugatan ini untuk meminta pertanggungjawaban ExxonMobil atas penggunaan pasukan "yang disengaja dan brutal" dalam mengawasi wilayahnya, dan mengetahui tindakan penyiksaan, hingga pembunuhan oleh aparat keamanannya.
"Klien kami menginginkan pertanggungjawaban publik dengan membawa pengadilan, dan mereka ingin ganti rugi berupa uang untuk cedera serius mereka," kata Collingsworth kepada wartawan BBC News Indonesia, Raja Eben Lumbanrau, Selasa, (04/01).
Collingsworth menambahkan, perjalanan 20 tahun kasus itu menjadi contoh buruk bagaimana perusahaan multinasional raksasa mencoba untuk menghindari pertanggungjawaban dengan cara menyewa firma hukum raksasa guna mengulur waktu dan membuat proses menjadi sangat mahal bagi para penggugat.
Ia mengatakan, akan menghadirkan 11 pelapor dalam persidangan, namun tergantung dari pemberian visa dari pemerintah AS.
Tahun 2001, organisasi advokasi International Labor Rights Fund mewakili 11 warga korban yang mengalami kekerasan mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Distrik Columbia, AS.