Logo BBC

Suboxone di Pasar Gelap: Program Memutus Adiksi Narkoba Jadi Masalah

Ilustraso pemakaian narkoba. Getty Images via BBC Indonesia
Ilustraso pemakaian narkoba. Getty Images via BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

Suboxone dan Metadon sama-sama ditetapkan WHO sebagai perawatan yang sesuai bagi konsumen narkoba suntik untuk terapi substitusi opioid pada 2004.

Metadon masuk dalam kategori Narkotika golongan II yang menimbulkan potensi ketergantungan tinggi, sedangkan Suboxone masuk dikategorikan sebagai Narkotika golongan III, yang berarti mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

Jika Suboxone hanya bisa diakses secara terbatas dan dengan harga cukup tinggi, Metadon bisa didapatkan di puskesmas hingga rumah sakit terdekat dengan pasien secara gratis, atau membayar retribusi saja.

Sejauh ini, kata Patri, tidak ada penjelasan kenapa bukson hanya bisa diperoleh di — salah satunya — RSKO Jakarta yang tentu saja sulit diakses oleh pasien yang berada di luar Jakarta.

"Si pasien akhirnya bisa menjual [Suboxone di pasar gelap]. Siapa sih, yang bisa nebus obat dalam seminggu Rp600 ribuan? Kan jarang," tukas Patri.

"[Metadon] gratis karena masuk ke dalam program penanggulangan HIV/AIDS," terang Patri yang sebelumnya terlibat dalam kajian berjudul Liberalisasi Niaga Obat, Pengelolaan Layanan Kesehatan, dan Terapi Substitusi Narkoba.

Lapas narkoba
Getty Images
Ilustrasi. Para narapidana narkoba di LP Cipinang Jakarta melakukan yoga bersama-sama. Di lapas, terapi rumatan Metadon diberikan setiap hari.

Di Kota Bandung, penyalahgunaan Suboxone dengan cara disuntikkan menyumbang sebanyak 7?ri jumlah kasus ODHA (orang dengan HIV/AIDS), merujuk pada data KPA Kota Bandung 2021.

Ini pula yang membuat Yayasan Grapiks mengusulkan ke pemerintah untuk menjalankan program pendekatan kesehatan secara komprehensif dan termonitor bagi pemakaian dan peredaran Suboxone.

"Jadi kalau misalkan pendekatannya bukan pendekatan kesehatan, kemudian pelaksanaannya juga tidak ketat, pengawasannya lemah, tidak akan selesai-selesai masalah Suboxone ini," kata Giri Sugara dari Yayasan Grapiks.

Di sisi lain, dr. Elvine Gunawan, SpKJ menyebutkan, terapi rumatan Suboxone sebetulnya ditujukan mempermudah proses berhenti atau memutus adiksi narkotika.

Dosis akan diturunkan, tapi tidak menimbulkan penderitaan bagi pasien, sehingga mereka bisa berfungsi dengan baik. Menurut Elvine, terapi rumatan akan efektif bila proses distribusi obatnya terkawal dengan baik.

"Proses take home dosis itu sebenarnya tidak sesuai [dengan regulasi], sehingga ketika sampai di pasien menjadi peluang," kata Elvine yang terlibat sebagai asesmen medis dalam Program Adiksi Berbasis Masyarakat (PABM).

Ada beberapa tahap, kata Elvine, untuk menjalankan regulasi terapi rumatan Suboxone ini dengan baik. Pertama, diagnosisnya. Kedua, apakah dosis yang diberikan kepada pasien masih sesuai atau tidak.

"Yang ketiga adalah proses pengawasan dari obat diberikan kepada pasien sampai pulang. Misalnya, kita melibatkan pendamping atau dukungan sosial. Terakhir, proses psikoterapinya, sehingga pasien menemukan makna untuk berobat ini sebenarnya tujuannya apa sih," ujar Elvine.

Untuk memunculkan motivasi yang kuat dari pasien, imbuh Elvine, harus memperhatikan kondisi psikologis pasien.

Elvine menjelaskan, gangguan mental perilaku akibat penyalahgunaan zat ini ada faktor komorbidnya, yaitu gangguan mental emosional yang harus dilihat apakah sudah tertangani dengan baik atau tidak.

Selanjutnya, proses psikoedukasi yang berarti apakah pasien mengerti edukasi yang diberikan dari dokternya.

"Faktor dukungan sosial, apakah keluarga hadir dalam proses rehabilitasi pasien, apakah pasangan hidup mendukung proses ini, sehingga akhirnya pasien ketika menjalankan proses rehabilitasi punya motivasi kuat untuk mempertahankan niat dia berhenti," terang Elvine.

---

Wartawan Yuli Saputra di Bandung, Jawa Barat, berkontribusi pada liputan ini