Logo BBC

Suboxone di Pasar Gelap: Program Memutus Adiksi Narkoba Jadi Masalah

Ilustraso pemakaian narkoba. Getty Images via BBC Indonesia
Ilustraso pemakaian narkoba. Getty Images via BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

Buprenorfin yang saat itu memakai merek dagang Subutex ditujukan sebagai terapi detoksifikasi dan rumatan ketergantungan opioid atau heroin.

Keputusan Badan POM tentang Pengaturan Khusus Penyaluran Dan Penyerahan Buprenorfin itu mencantumkan sistem penyaluran buprenorfin dan mekanisme pelaporan yang ketat, menimbang potensi penyalahgunaan zat tersebut. Termasuk, jenis sanksi administratif bila terjadi pelanggaran.

Buprenorfin dengan merek dagang Suboxone
Getty Images
Buprenorfin dengan merek dagang Suboxone

Kala itu, buprenorfin masuk dalam jenis Psikotropika golongan III, sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

Kemudian, terbit Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 yang menyatakan buprenorfin sebagai Narkotika golongan III. Kebijakan ini berdampak pada sistem penyaluran dan penyerahan buprenorfin yang lebih terpusat dan ketat dengan maksud menanggulangi penyalahgunaan dan peredaran gelap.

Pada 2016, Kementerian Kesehatan menerbitkan Permenkes Nomor 47 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Terapi Buprenorfin. Aturan hukum ini merespon penyalahgunaan senyawa tersebut yang semakin marak.

Saat peraturan ini keluar, buprenorfin dipasarkan dengan merek dagang Suboxone — yang diproduksi oleh perusahaan Reckitt Benckiser — atau biasa disebut `bukson`.

Berbeda dengan Subutex yang kandungannya murni buprenorfin, bukson merupakan campuran buprenorfin dengan nalokson, yaitu senyawa yang memiliki efek reversal (antagonis) terhadap efek narkotik yang umumnya digunakan untuk mengatasi overdosis opioid.

Kendati pemerintah telah mengeluarkan berbagai aturan, tapi dalam perjalanannya, penyalahgunaan dan peredaran Suboxone di pasar gelap terjadi semakin marak.

Selain beredar secara ilegal, cara konsumsi Suboxone juga banyak disalahgunakan. Obat yang seharusnya dikonsumsi secara oral/sublingual (disimpan di bawah lidah) dan di bawah supervisi tenaga kesehatan, malah disuntikkan.

Cara ini memicu peningkatan angka kasus HIV/AIDS dan Hepatitis C lantaran penggunaan jarum suntik tidak steril bersama-sama. Menyuntikkan Suboxon juga berisiko mengancam jiwa.


Celah peredaran gelap Suboxone

Akar peredaran gelap Suboxone sebetulnya tidak segelap narkoba lain. Jalur distribusi ilegal Suboxone kebanyakan berujung pada pasien terapi rumatan yang mendapatkannya secara resmi.

"Dulu buprenorfin masuk golongan psikotropika, tapi kemudian dimasukkan ke dalam narkotika golongan tiga supaya dalam pengaturannya diperketat secara khusus."

"Namun, di lapangan memang terjadi penyimpangan peredaran gelap. Hal tersebut kalau tidak diantisipasi justru sangat mengkhawatirkan," papar Deni.

Antisipasi yang dimaksud Deni adalah mengevaluasi kebijakan distribusi, dalam hal pengawasan dan pemberian dosis.

Permenkes Nomor 47 Tahun 2016, imbuh Deni, sedianya sudah mengatur hal tersebut agar tidak terjadi penyimpangan. Tapi kenyataan di lapangan yang terjadi sebaliknya.

Deni mengingatkan, saat buprenorfin ditetapkan sebagai psikotropika, penyalurannya bisa dilakukan oleh berbagai layanan kesehatan, seperti klinik dokter swasta, yang malah berpotensi "sangat berbahaya."

Ini pernah terjadi pada 2016. Seorang dokter yang bertugas di Lapas Porong ditangkap oleh BNN Kota Surabaya lantaran menjual Suboxone secara ilegal selama bertahun-tahun.

BNN
Getty Images
Ilustrasi. Penangkapan dan penyitaan peredaran ilegal narkoba oleh BNN.