Suboxone di Pasar Gelap: Program Memutus Adiksi Narkoba Jadi Masalah
- bbc
Suboxone seharusnya dipakai sebagai terapi detoks dan rumatan ketergantungan opioid dan heroin dengan aturan pemakaian dan peredaran ketat. Belakangan, zat ini diperjualbelikan di pasar gelap dan dikonsumsi oleh pecandu-pecandu baru.
"Ini peringatan dari Allah," ujar Bento, bukan nama sebenarnya, sembari meraba guratan luka bekas luka operasi sepanjang kurang lebih 20 sentimeter di dadanya dengan jari telunjuk.
Sejak awal tahun ini, Bento mengaku kerap merasa sesak dan sakit di bagian dadanya. Di bulan Maret, tepat di awal pandemi Covid-19 di Indonesia, sesak itu membuatnya hilang kesadaran, hingga harus dilarikan ke rumah sakit.
Saat itu, kata dia, keluarga menduga Bento terjangkit virus corona. Dia dirawat di RS AMC Bandung, sambil menunggu hasil swab PCR keluar.
Tapi hasil tes usapnya negatif. Pihak rumah sakit yang tak bisa menemukan penyebab sesak yang dialami Bento kemudian merujuknya ke RSUD Bandung.
Setelah sebulan dirawat di sana, baru diketahui bahwa gangguan pada jantung lah yang menyebabkan sesak yang dialami Bento. Lagi-lagi, ia harus dipindahkan ke rumah sakit lain untuk menjalani perawatan intensif.
Pemeriksaan di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) kemudian menunjukkan ada endapan di katup jantung Bento, yang memicu infeksi dan membuat pria 30 tahunan ini sesak nafas.
"Diberi tahu oleh dokter di RSHS, ini dampak dari Suboxone [yang disuntikkan]," ungkap Bento kepada wartawan Yuli Saputra yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, November lalu.
Bento tercatat sebagai pasien rumatan buprenorfin  salah satu senyawa yang terkandung dalam obat dengan nama dagang Suboxone di RS Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta untuk adiksi heroin.
Obat berbentuk tablet ini seharusnya dikonsumsi secara oral dengan cara diletakkan di bawah lidah (sublingual). Tapi Bento menggerusnya, lalu menyuntikkannya ke pembuluh darah. Inilah yang kemudian menyebabkan penyumbatan di jantung.
Ini bukan kasus penyumbatan jantung pertama akibat salah konsumsi Suboxone yang ditangani RSHS, menurut Bento.
"Saya kasus yang keenam, lima [kasus sebelumnya pasien] tidak selamat. Itu saya tahu semua orangnya. Teman saya semua. Mereka meninggal karena [menyuntikkan Suboxone], sama seperti saya," ujar Bento.
Bapak empat anak ini mengaku, sebelum sakit ia jor-joran menyuntikkan Suboxone, sampai akhirnya nyawanya nyaris melayang.
Dari pasien legal ke pasar gelap
Sebagai pasien terapi rumatan, Bento mengaku mendapatkan narkotika tersebut secara legal di RSKO.
Setiap pekan, warga Bandung ini datang ke Jakarta untuk konseling dan menebus tujuh tablet Suboxone untuk dikonsumsi selama tujuh hari.
Jarak Bandung-Jakarta yang cukup jauh menyebabkan ia harus menyimpan stok hingga tiba waktu konseling berikutnya.
Sebelum menjalani terapi rumatan, Bento adalah pecandu putau, istilah jalanan untuk heroin. Ia mulai mengkonsumsi buprenorfin sebagai substitusi putau pada 2009.
Saat itu nama patennya adalah Subutex. Namun, merasa Subutex tidak mampu menutup adiksinya, Bento lalu menggantinya dengan Metadon, yang juga ditetapkan oleh WHO sebagai terapi substitusi opioid.