Logo ABC

Pil Paxlovid Obat COVID-19 Buatan Pfizer Disetujui Amerika Serikat

Obat Paxlovid COVID-19 dalam bentuk tablet buatan Pfizer berhasil menyembuhkan hingga 89 persen dalam tahap uji klinis. (AP)
Obat Paxlovid COVID-19 dalam bentuk tablet buatan Pfizer berhasil menyembuhkan hingga 89 persen dalam tahap uji klinis. (AP)
Sumber :
  • abc

Badan pengawas obat-obatan Amerika Serikat, atau FDA, telah menyetujui obat COVID-19 buatan Pfizer dalam bentuk tablet atau pil untuk dikonsumsi warganya.

Ini menjadi tonggak sejarah saat pandemi COVID-19, apalagi jumlah kasus positif, rawat inap di rumah sakit, dan kematian di Amerika Serikat kembali meningkat.

Pihak berwenang di bidang medis juga kembali memperingatkan 'tsunami' penularan baru dari varian Omicron yang dapat membebani layanan rumah sakit.

Obat bernama Paxlovid buatan Pfizer jumlah produksinya masih terbatas, tapi diklaim akan menjadi cara cepat dan murah untuk mengobati penularan awal COVID-19.

Berbeda dengan obat COVID yang sebelumnya sudah mendapat persetujuan, Paxlovid tidak perlu disuntikkan melalui infus atau suntikan biasa.

Dengan bentuknya berupa tablet atau pil, Paxlovid cukup diminum.

Untuk Australia, obat Paxlovid ini diperkirakan baru akan tersedia sepanjang tahun 2022, menunggu proses persetujuan dan badan pengawas obat-obatan badan pengawas obat dan makanan di Australia, atau TGA.

Amerika Serikat juga masih menunggu persetujuan untuk penggunaan obat COVID buatan perusahaan farmasi lainnya, Merck. 

Namun obat buatan Pfizer dipastikan menjadi pilihan yang lebih disukai, karena efek sampingnya yang ringan dan lebih efektif.

Dalam uji klinis, obat ini berhasil mengurangi 90 rawat inap dan kematian di antara pasien berisiko sakit parah karena COVID.

"Keampuhannya tinggi, efek sampingnya rendah, dan cukup diminum. Inilah semua yang diinginkan," jelas Gregory Poland dari Mayo Clinic, salah satu pusat layanan medis ternama di Amerika Serikat.

"Terbukti 90 persen penurunan risiko rawat inap dan kematian pada kelompok berisiko tinggi. Hasil uji klinis ini menakjubkan," tambahnya.

FDA mengizinkan penggunaan Paxlovid untuk orang dewasa dan anak-anak berusia 12 tahun ke atas yang positif COVID dan memiliki gejala awal dengan risiko rawat inap tertinggi.

Kategori ini juga meliputi orang tua dan mereka yang memiliki riwayat penyakit sebelumnya, seperti obesitas dan penyakit jantung.

Anak-anak yang memenuhi syarat untuk obat harus memiliki berat badan setidaknya 40 kilogram.

Obat buatan Pfizer dan Merck diharapkan efektif melawan varian Omicron, sehingga diprioritaskan kepada negara yang paling parah terkena dampak varian Omricon.

Amerika Serikat telah menyetujui pembelian Paxlovid untuk mengobati 10 juta orang.

Pfizer mengatakan akan memproduksi 80 juta obat secara global tahun depan, sesuai kontrak dengan Inggris, Australia, dan negara lainnya.

Tapi vaksinasi masih yang terbaik

Para pakar kesehatan tetap sepakat jika vaksinasi merupakan cara terbaik untuk melindungi diri dari COVID-19.

Namun mengingat sekitar 40 juta orang dewasa di AS masih belum divaksinasi, obat-obatan yang efektif akan sangat penting untuk menghentikan gelombang penularan.

Pekan ini, Amerika Serikat melaporkan lebih dari 140.000 penularan baru setiap hari dan varian Omicron dikhawatirkan dapat menambah lonjakan jumlah kasus.

Pihak berwenang di bidang medis menyebutkan varian Omicron akan menjadi jenis virus Corona yang dominan.

Untuk mendapatkan obat Paxvloid, pasien harus menunjukkan tes positif COVID-19.

Obat ini terbukti hanya efektif jika diberikan dalam waktu lima hari setelah gejala muncul.

Secara teknis, para pakar menyebutkan tidak realistis bagi pasien untuk mendiagnosis dirinya sendiri, melakukan tes COVID, menemui dokter dan menerima resep Paxlovid.

"Jika berada di luar jangka waktu tersebut, saya yakin keefektifan obat itu akan turun," kata Andrew Pekosz, pakar virologi dari Universitas Johns Hopkins.

Hasil keputusan FDA diambil berdasarkan hasil uji klinis yang dilakukan Pfizer terhadap 2.250 pasien.

Dalam uji klinis itu terbukti terjadinya pengurangan jumlah rawat inap dan kematian sebesar 89 persen, jika obat diberikan kepada pasien COVID-19 dengan gejala ringan hingga sedang, dalam jangka waktu tiga hari.

Kurang dari 1 persen pasien yang minum obat tersebut dirawat di rumah sakit dan tidak ada yang meninggal pada akhir masa tes selama 30 hari.

Paxlovid adalah bagian dari obat anti-virus berusia puluhan tahun yang dikenal sebagai Protease Inhibitor, yang merevolusi pengobatan HIV dan Hepatitis C.

Jenis obat-obatan ini akan memblokir enzim utama yang dibutuhkan virus untuk berkembang biak di dalam tubuh manusia.

Untuk setiap pengobatan Paxlovid di AS, biayanya dianggarkan sekitar AS$500, sekitar Rp7 juta, terdiri atas tiga pil yang diminum dua kali sehari selama lima hari.

Dua dari pil tersebut adalah Paxlovid dan yang ketiga adalah obat anti virus lainnya, yang membantu meningkatkan kadar obat utama dalam tubuh.

ABC/AP

Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News