Ilmuwan perempuan Indonesia Memburu Penawar Kanker ke Dalam Laut
- bbc
Menurut Ahmad, demi kemandirian dalam produksi obat, pemerintah Indonesia perlu membangun industri kimia di dalam negeri. Produksi molekul kimia memerlukan investasi besar, sementara kebutuhannya sedikit, sehingga nyaris tak ada pihak swasta yang tertarik.
"Karena itung-itungan bisnisnya enggak masuk, padahal kemampuan itu kita sangat butuh di Indonesia," kata Ahmad. "Apalagi uji klinis itu success rate-nya kecil sekali … di kanker, yang lolos itu kurang dari 1 persen sehingga tidak banyak perusahaan industri yang mau gambling."
Tantangan lainnya muncul karena ancaman dari perubahan iklim, yang menyebabkan kenaikan suhu dan pengasaman air laut (ocean acidification).
Menurut pakar biologi laut dari Institut Pertanian Bogor, Beginer Subhan, dua kondisi tersebut dapat membuat spons lebih rentan terhadap serangan penyakit, menghambat reproduksi, serta mengganggu pola makannya.
"Spons makan dengan cara menyaring air. Dengan peningkatan suhu, berdasarkan penelitian, itu memengaruhi laju penyaringannya, jadi menurun, makannya jadi sedikit," kata Beginer.
Spons laut juga terkait erat dengan ekosistem terumbu karang. Berdasarkan pengamatan LIPI (sekarang BRIN) pada 2017, lebih dari 35 persen terumbu karang Indonesia berada dalam kondisi jelek, meskipun ada proses pemulihan dalam beberapa tahun terakhir.
Namun demikian, Beginer mengatakan eksplorasi sumber obat dari spons menegaskan pentingnya menjaga laut Indonesia, karena di situ ada begitu banyak potensi yang belum tergali.
Hal itu jugalah yang ingin dicapai Peni Ahmadi dalam penelitian ini, sehingga ia memutuskan untuk mengambil sampel dari wilayah Indonesia timur serta pulau-pulau terluar. Sejauh ini, kata Peni, ia sudah melakukan sampling di sekitar kepulauan Biak, Anambas, Natuna.
"Untuk tambahan lain, di daerah timur juga masih banyak biota. Jadi sebelum dimanfaatkan orang lain, kita yang orang Indonesia manfaatin dulu lah, maksudnya kita optimalkan apa yang kita punya," ujarnya.