Ilmuwan perempuan Indonesia Memburu Penawar Kanker ke Dalam Laut
- bbc
"Alam itu kan sangat beragam, jadi kita berharap siapa tahu dari alam itu sudah ada molekul yang bisa dengan pas menargetkan mutasi-mutasi gen tersebut," kata Ahmad Rusdan Utomo, pakar genetika kanker dan dosen di Universitas Yarsi.
Namun, proses pengembangan obat anti kanker tidaklah mudah.
Setelah menemukan senyawa potensial, para peneliti harus mensintesis senyawa tersebut di laboratorium dan kemudian memproduksinya secara massal supaya bisa diuji klinis.
Sintesis perlu dilakukan karena jumlah senyawa yang didapatkan langsung dari spons laut sangat sedikit - jadi supaya tidak mengeksploitasi organisme tersebut.
Banyak penemuan di area ini berhenti di laboratorium, kata Ahmad, karena Indonesia belum memiliki kapasitas yang memadai untuk tahapan-tahapan berikutnya.
Untuk melakukan sintesis kimia, para ilmuwan membutuhkan bahan-bahan seperti enzim yang belum bisa diproduksi di Indonesia. Bahan-bahan ini harus diimpor dari luar negeri dengan harga mahal.
"Apapun sumbernya, apakah biota laut, tanaman, maupun hutan, bottleneck kita itu di sintesa kimia. Itu yang selalu menjadi hambatan. Jadi teman-teman [ilmuwan] sudah menemukan banyak zat yang berpotensi anti-kanker tapi terhenti di masalah produksi massal," ujarnya.
Dalam hal ini Indonesia ketinggalan dari negara-negara Asia seperti Bangladesh dan India, imbuhnya. "Itu banyak obat-obat kanker yang berbasis sintesa kimia. Alur kimianya sudah ada di Google, jelas banget, tapi Indonesia enggak bisa melakukan itu."