Misionaris Berkeliling Dunia Sebarkan Ajaran Agama, Risiko Bisa Mati
- abc
Tidak semua misionaris berbahaya secara fisik. Dalam beberapa kasus, hasilnya justru jauh dari tujuan.
Penulis dan cendekiawan yang menyebut dirinya "eksvangelis", Chrissy Stroop, dikenal sangat kritis terhadap pekerjaan misionaris Kristen.
Chrissy tumbuh di lingkungan Gereja Kristen evangelis dari berbagai denominasi di Indiana dan Colorado, dan terlibat dalam kegiatan misionaris sejak usia 19 tahun.
Dalam artikelnya di buku 'Empty the Pews: Stories of Leaving the Church', Chrissy menulis tentang Chau:
"Saya langsung berpikir, seandainya saya bertahan dalam Kekristenan evangelis, saya bisa berakhir seperti dia."
Misi pertama Chrissy yakni ke Rusia. Kelompoknya ditugaskan untuk menggunakan bagian-bagian Alkitab Protestan untuk mengajar Bahasa Inggris kepada murid Kristen Ortodoks di Vladimir, sekitar 200 kilometer sebelah timur Moskow.
"Saya merasa ini bukan cara kita mengajari orang berbahasa Inggris," katanya.
Saat kembali pada tahun berikutnya, belajar bahasa dan budaya Rusia.
"Para misionaris jangka panjang ini tampaknya tidak mengenal Bahasa Rusia dengan baik dan agak menggurui budaya Rusia," katanya.
"Hal semacam itu membuat saya salah jalan. Sikap seperti itu hanya ingin menunjukkan keunggulan budaya, ketidaktahuan, dan kurangnya persiapan," tambah Chrissy.
Pengalaman itu mendorongnya untuk memperdalam studi agama Rusia, tapi sekaligus berperan penting dalam hilangnya keyakinan evangelisnya.
Pentingnya pelatihan
Mantan misionaris asal Australia, Derek Brotherson selama bertahun-tahun mengajar pelajaran Alkitab di Asia Tenggara.
Derek bekerja selama 10 tahun sebagai misionaris Kristen, dan sekarang menjalankan Sydney Missionary and Bible College (SMBC), mempersiapkan generasi muda untuk pelayanan dan pekerjaan misi jangka panjang.