Omicron: Asal-Muasal COVID yang Menyebar dengan Kecepatan Tergesit
- bbc
Varian baru virus corona Omicron menyebar ke seluruh dunia dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Kasus varian yang bermutasi dengan sangat cepat ini telah dipastikan di 77 negara.
Namun dalam jumpa pers, Direktur Jendral WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan varian Omicron kemungkin telah ada di banyak negara lainnya namun belum terdeteksi.
Dr Tedros mengatakan ia prihatin karena belum cukup tindakan yang dilakukan untuk menangani varian ini.
"Kita telah belajar bahwa kita meremehkan virus ini. Walaupun Omicron tak menyebabkan gejala parah, banyaknya kasus akan dapat sekali lagi menyebabkan lumpuhnya sistem kesehatan yang tak siap," katanya.
Ketika para ilmuwan di Afrika Selatan menemukan varian Covid-19 yang belakangan dinamakan Omicron, mereka mencatat beberapa hal menonjol.
Catatan pertama dan yang paling penting adalah banyaknya mutasi yang ditunjukkan oleh versi virus ini. Jaringan pakar internasional belum mendeteksi genetika kombinasi mutasi ini.
"Omicron muncul dengan sesuatu yang sama sekali berbeda," kata Richard Lessells, pakar penyakit menular di Universitas KwaZulu-Natal. Dia adalah bagian dari tim yang pertama kali mendeteksi Omicron akhir November lalu.
Lessells dan rekan-rekannya merasa bahwa sesuatu yang tidak biasa telah terjadi.
Mereka yakin Omicron mengagetkan banyak orang karena berkembang dalam tubuh seseorang yang sistem kekebalannya yang lemah. Orang yang tinggal di kawasan sub-Sahara Afrika itu diduga mengidap HIV dan tidak menjalani pengobatan.
Setelah berkembang dalam tubuh orang itu, Omicron kemudian menyebar ke lebih dari 40 negara.
Meski setidaknya terdapat dua penjelasan lain yang kemunculan varian ini, hipotesis tentang mutasi dalam tubuh satu orang tadi didukung dalam komunitas ilmiah.
Lantas pertanyaannya, mengapa asal muasal dan penyebab kemunculan Omicron menjadi begitu penting?
Asal Omicron
Kita tidak tahu pasti di mana Omicron berevolusi dan dalam keadaan seperti apa. Yang sudah diketahui publik hanyalah fakta bahwa varian baru itu pertama kali dilaporkan ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dari Afrika Selatan pada 24 November lalu.
Mengetahui lokasi dan waktu suatu varian muncul penting bagi ilmuwan dan pakar kesehatan masyarakat. Alasannya, dua hal itu memuat informasi tentang cara yang mungkin diupayakan untuk menahan penularannya.
Cara-cara mengatasi Omicron bisa berupa karantina wilayah atau pembatasan perjalanan, meskipun dua hal ini dikritik dan dianggap tidak efektif.
Semakin cepat varian baru terdeteksi, maka semakin banyak waktu yang bisa digunakan untuk mengetahui segala hal tentangnya.
Apakah varian baru ini lebih menular? Apakah varian ini mereplikasi lebih cepat di dalam orang yang terinfeksi? Apakah menyebabkan penyakit yang lebih serius? Bisakah varian ini menghindari pertahanan kekebalan tubuh?
Sejumlah pertanyaan tadi bisa terjawab jika deteksi terhadap varian baru sebuah virus bisa secara cepat dilakukan.
Pertanyaan soal "bagaimana" juga sama pentingnya untuk segera dijawab.
Jika Omicron benar-benar berevolusi dalam tubuh seorang pasien yang sistem kekebalannya yang terganggu, maka pemantauan terhadap orang-orang seperti itu akan menjadi sangat krusial dalam memerangi Covid.
"Kami sekarang memiliki lebih banyak data yang menunjukkan hubungan antara varian dan orang dengan gangguan kekebalan dengan infeksi Covid kronis," kata Larry Corey, virolog di Pusat Penelitian Kanker Fred Hutchinson, Seattle, Amerika Serikat.
"Namun kelompok orang ini belum muncul sebagai komponen penting dari strategi pencegahan Covid," tuturnya.
Bagaimana Omicron bisa berkembang dalam tubuh satu orang?
Para ilmuwan memiliki serangkaian petunjuk untuk membuat "tebakan ilmiah" tentang bagaimana Omicron muncul.
Lessells mencatat, Omicron secara substansial berbeda dengan varian virus corona yang sebelumnya muncul.
"Analisis genetik telah menunjukkan bahwa Omicron berada di cabang `pohon keluarga` yang sama sekali berbeda," ujarnya.
Lebih penting lagi, garis genetika Omicron tidak memiliki rekam jejak mutasi perantara yang lebih baru. Versi terdekat, kata Lessells, berasal dari pertengahan tahun 2020.
Kesenjangan itu menunjukkan Omicron yang sangat bermutasi berevolusi "di bawah radar", kata Francois Balloux, Profesor Sistem Biologi Komputasi di University College London.
"Varian ini telah melompat entah dari mana," ujarBalloux. Dan mutasi tersebut sangat, sangat berbeda.
Analisis terhadap Omicron memunculkan temuan bahwa varian baru ini memiliki 50 mutasi. Lebih dari 30 mutasi di antaranya terjadi pada protein spike-- bagian dari virus yang menentukan bagaimana ia berinteraksi dengan pertahanan tubuh.
Sebagai perbandingan, varian Delta hanya memiliki tujuh mutasi.
Jadi bagaimana Omicron sangat berbeda dari varian virus corona sebelumnya?
Jika Sars-Cov-2 hilang dari tubuh kebanyakan pasien dalam waktu singkat, penelitian di seluruh dunia menunjukkan, virus itu dapat bertahan lebih lama pada orang-orang dengan sistem kekebalan yang lemah.
Individu yang masuk golongan itu, antara lain pasien dengan penyakit seperti HIV, penderita kanker, dan penerima transplantasi organ.
Dengan resistensi yang lebih sedikit dari inangnya, virus corona berpeluang melakukan sejumlah mutasi.
Dalam tubuh dengan kekebalan yang kuat, mutasi biasanya membutuhkan sirkulasi yang lebih luas dalam suatu populasi.
Pada Desember 2020, sekelompok peneliti di Universitas Cambridge mulai waspada saat mendeteksi kemunculan mutasi kunci yang juga terlihat pada varian Alpha. Mereka menemukan itu pada sampel pasien kanker di Inggris yang meninggal akibat Covid-19 empat bulan sebelumnya.
Alpha adalah "variant of concern" pertama yang diakui WHO. Varian ini dilaporkan pada September 2020 di Inggris.
Ketika itu, sampel yang mereka teliti berasal dari pasien yang telah meninggal 101 hari setelah diagnosis awalnya.
"Infeksi khas virus corona hanya berlangsung tujuh hari dan itu tidak cukup waktu bagi virus untuk beradaptasi dan berevolusi karena sistem kekebalan melawannya," kata Profesor Ravi Gupta dari Institut Imunologi Terapi dan Penyakit Menular Cambridge.
Gupta adalah pemimpin penelitian yang pertama kali mendeteksi varian Alpha tersebut.
Menurut Gupta, infeksi kronis akibat sistem kekebalan tubuh yang lemah memberi lebih banyak ruang kepada virus untuk bermutasi.
"Perlu sistem kekebalan yang tidak berfungsi atau nonaktif sebagian agar virus ini dapat berkembang," ujarnya.
Juni lalu, Lessells dan tim penelitinya mengumumkan hasil penelitian sampel virus corona dari seorang perempuan di Afrika Selatan, yang menderita HIV tanpa menjalani pengobatan.
Dalam analisis genetik berulang dari sampel itu, mereka menemukan "perubahan langkah signifikan" dalam evolusi virus. Para peneliti itu kemudian memperingatkan bahwa ini mungkin merupakan awal dari krisis kesehatan masyarakat.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada 1 Desember lalu di jurnal ilmiah Nature, Lessells dan timnya memperkirakan delapan juta orang dengan HIV di sub-Sahara Afrika saat ini tidak menerima terapi antiretroviral yang layak.
Angka yang mereka sebutkan itu mencakup orang-orang yang belum pernah diuji apakah benar mengidap HIV.
Jika Lessells dan Profesor Gupta benar, maka orang-orang dengan kekebalan tubuh buruk tadi merupakan tempat berkembang biak yang ideal untuk varian baru virus corona.
Teori lain
Bagaimanapun, kelompok ilmuwan juga menyebut dua hipotesis masuk akal lain yang terkait asal usul Omicron.
Salah satu hipotesis itu menyebut Omicron bersumber dari hewan. Artinya virus corona menginfeksi populasi hewan yang tidak diketahui dan bermutasi di dalamnya.
Dari situ, virus menyebar ke manusia, seperti yang dilakukan virus Sars-CoV-2 asli, menurut laporan WHO yang dirilis pada bulan Maret silam.
Namun Larry Corey menjelaskan, analisis genetik Omicron sejauh ini menunjukkan bahwa varian tersebut berevolusi pada tubuh manusia.
"Data menunjukkan bahwa hipotesis penularan di hewan hampir tidak mungkin," kata Corey.
Menurut Profesor Balloux, timnya tidak menemukan cukup bukti yang terkait dengan penularan dari hewan.
Hipotesis kedua menyebut Omicron tidak berkembang dalam tubuh manusia, tapi dalam populasi di daerah yang minim pemantauan genetik, seperti di banyak negara Afrika, sebelum akhirnya mencapai Afrika Selatan.
Ahli biologi asal Brasil sekaligus peneliti independen, Atila Iamarino, percaya hipotesis ini bisa terjadi pada Omicron.
Iamarino melihat kesamaan kemunculan Omicron dengan varian Gamma, yang menyebabkan infeksi luas di kota Manaus, Brasil, pada awal 2021. Manaus merupakan wilayah paling padat penduduk di kawasan Amazon.
"Hipotesis yang sama tentang virus yang berevolusi pada satu orang dengan sistem kekebalan yang lemah diangkat ketika Gamma terdeteksi," kata ahli biologi itu.
"Namun kemudian terbukti bahwa garis keturunan perantara beredar tanpa terdeteksi dan mereka mengakumulasi mutasi saat menyebar melalui populasi lokal," ujarnya.
Iamarino yakin bahwa penelitian lebih lanjut dapat mengungkapkan skenario yang sama dengan Omicron.
"Ini sesuai. Omicron terdeteksi di benua dengan pengujian dan pemantauan genetika yang lebih minim dibandingkan bagian dunia lainnya."
"Omicron mungkin telah beredar di Afrika lebih lama dari yang kita yakini saat ini," ucapnya.
Akankah kita menemukan pasien pertama?
Pendukung "teori satu orang" berhati-hati untuk tidak mengabaikan hipotesis alternatif lainnya. Walau begitu mereka yakin bobot bukti yang ada memperkuat temuan mereka.
Jadi akankah kita menemukan orang pertama yang terjangkit varian Omicron?
Mengidentifikasi orang pertama yang terinfeksi wabah penyakit tertentu krusial karena dapat menjawab pertanyaan penting tentang bagaimana, kapan, dan mengapa penyakit itu dimulai.
Jawaban-jawaban ini dapat membantu mencegah lebih banyak orang terinfeksi sekarang atau pada pandemi di masa depan.
Namun sejauh ini para ilmuwan belum menemukan pasien pertama tersebut, baik yang pertama kali mengidap Omicron maupun varian lainnya.
Richard Lessells yakin sangat kecil kemungkinan pasien pertama Omicron akan ditemukan.
"Ini harus menjadi keseimbangan bukti yang mendukung satu atau lain kemungkinan asal muasal varian ini," kata Lessells.
Meski begitu dia menganggap ada keuntungan jika kemunculan varian ini tidak disematkan ke seseorang.
"Salah satu hal yang tidak ingin kami lakukan adalah menambah stigma dan diskriminasi yang dialami oleh orang yang hidup dengan HIV," ujarnya.
Sebaliknya, Lessells yakin hipotesis "sumber satu orang" harus menjadi alasan lain untuk meningkatkan vaksinasi di Afrika.
Dia bukan satu-satunya yang menilai bahwa orang-orang yang belum menerima harus menjadi prioritas saat ini.
Saat ini penduduk Afrika yang sudah divaksinasi secara penuh diperkirakan belum mencapai 7%. Perkiraan ini diungkap Our World in Data, sebuah kolaborasi antara Universitas Oxford dan sebuah badan amal pendidikan
Sebagai perbandingan, persentase secara global mencapai 40%.
Michael Head, Senior Research Fellow di Global Health, University of Southampton, menyebut pemerataan vaksin harus segera diwujudkan untuk mencegah munculnya varian Covid.
"Akan ada berbagai faktor yang berkontribusi pada munculnya varian baru, tapi ketidakadilan vaksin jelas merupakan salah satu alasan utama. Saya percaya bahwa Omicron adalah konsekuensi dari ketidakadilan ini di Afrika," ujarnya.
Menurut Head, Omicron merupakan peringatan untuk memperluas cakupan vaksinasi.
"Jika Anda tidak divaksinasi, Anda akan lebih mungkin sakit parah dan untuk jangka waktu yang lebih lama," katanya.
"Selain itu, virus juga akan lebih berpeluang untuk mengembangkan mutasi baru, yang meningkatkan risiko kemunculan variant of concern dan akan memaksa kita mempelajari huruf lain dari alfabet Yunani," tuturnya.