Kisah Para Migran Pencari Kerja di Tasmania Australia
- abc
Gesanit Mahare pindah dari Sudan ke Tasmania dua tahun lalu saat pandemi COVID-19 baru saja dimulai dan ia kesulitan mendapat pekerjaan.
"Saya mau bekerja, namun tidak bisa karena saya tidak punya pengalaman sebelumnya, jadi serba susah," katanya.
Tapi kemudian ia bergabung dengan program bantuan untuk para migran yang digelar oleh Migrant Resource Centre North di Launceston dan baru saja menyelesaikan program tersebut.
Program bernama Assist Support Strength Employment Train (ASSET) memberikan dukungan kepada migran baru bagaimana caranya agar siap kerja dan sekarang sudah memberikan hasil positif bagi beberapa orang diantaranya.
Hampir 70 persen dari mereka yang mengikutinya sudah mendapatkan pekerjaan setelah menyelesaikan program tersebut.
Mereka mendapat pelatihan seperti bagaimana menulis surat lamaran kerja, bagaimana menjawab pertanyaan dalam wawancara kerja, serta informasi yang perlu diketahui setelah mereka sudah bekerja.
Mereka juga mendapat sertifikat untuk bekerja di dapur, di bidang kebersihan, dan 'catering', serta menyelesaikan 40 jam praktik kerja sebagai syarat untuk bisa masuk ke dunia kerja.
Di Australia, mereka yang ingin bekerja di bidang tertentu harus memiliki setidaknya sertifikat yang relevan dengan pekerjaan. Sertifikat ini bisa diperoleh lewat kursus atau pelatihan singkat, seperti bagaimana mempersiapkan makanan yang sehat dan bersih untuk dijual.
Kamali Rai, yang juga tiba dari Nepal dua tahun lalu, mengikuti program ASSET dan kini sudah mendapat pekerjaaan.
"Saya belajar banyak. Ini pengalaman pertama saya. Saya tidak pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya, namun program ini bagus sekali sehingga saya mendapatkan pengetahuan yang berbeda," katanya.
Peter Gill, manjaer operasi dari perusahaan yang bergerak di bidang kebersihan Kols Cleaning sudah mempekerjakan sembilan pekerja asal Nepal lewat kerjasama dengan Migrant Resource Centre sejak tahun 2019.
"Waktunya pas sekali karena kami memang kesulitan mencari pekerja tambahan, jadi kami menambah tiga pekerja baru dan sejak itu mereka yang asalnya jadi pekerja lepasan sekarang jadi pekerja permanen paruh waktu," katanya.
"Secara pribadi saya bangga melihat mereka sukses dan senang sebagai majikan bisa berdiri di samping mereka," ujarnya yang juga mengatakan bisnisnya sangat melihat manfaatnya.
Kekhawatiran adanya perubahan pada layanan mencari kerja
Pandemi sudah menyebabkan tingginya angka pengangguran di seluruh Australia, walau bersifat sementara.
Tapi di negara bagian Tasmania dampaknya tidak begitu terasa. Hingga kwartal ketiga sampai September lalu, terjadi kenaikan 0,4 persen dari mereka yang akhirnya mendapa kerja.
Namun bagi mereka yang berlatar belakang migran, COVID-19 sudah memberikan kesulitan dalam hal mencari kerja.
Kini, ada kekhawatiran keadaan akan semakin sulit dengan berakhirnya program bantuan pencari kerja oleh Pemerintah Federal Australia yang akan berakhir bulan Juli 2022.
Ella Dixon, CEO Migrant Resource Centre North mengkhawatirkan program bantuan untuk pencari kerja baru tidak akan melayani kebutuhan khusus para migran di Tasmania.
"Saya mengerti tidak akan ada program khusus untuk warga yang berasal dari latar belakang multi etnis," kata Elia Dixon.
"Yang artinya, mereka yang berasal dari migran multikultur akan diperlukan sama seperti para pencari kerja lainnya."
Karenanya, menurut Elia, para migran baru ini tidak akan mendapatkan bantuan tambahan yang bisa menyebabkan mereka lebih kesulitan mendapatkan pekerjaan.
"Saya kira akan lebih susah untuk mendapatkan kerja hanya dengan mengajukan surat lamaran, tanpa adanya bantuan khusus bagi kelompok migran," katanya.
Juru bicara Departemen Pendidikan, Tenaga Kerja dan Ketrampilan Australia mengatakan model yang baru akan memberikan layanan untuk membantu para migran baru. Namun mereka tidak mengatakan apakah ada akan ada layanan khusus untuk mereka.
"Layanan baru akan memberikan layanan yang sederhana, efisien, bisa dipercaya dan terkoneksi bagi seluruh pencari pekerja di Australia, termasuk warga Tasmania dan migran baru," katanya.
Masalah bahasa dan budaya
Gesanit mengatakan sebelum mengikuti program ASSET, ia sudah mencoba mencari kerja di mana-mana.
Namun tidak memiliki pengalaman kerja di Australia sebelumnya menjadi penghalang besar.
Dia mengatakan mencari kerja di saat pandemi sangatlah susah, meski dia sudah memiliki sertifikat untuk bekerja di dapur dan melamar belasan pekerjaan.
"Selama COVID memang bisnis agak lesu, sehingga saya tidak memiliki kesempatan untuk kerja, jadi keadaan memang sulit," katanya.
Menurut Data dari Komisi Nasional Pekerja Terampil Australia, kesulitan mencari kerja saat pandemi COVID-19 lebih dirasakan oleh mereka yang baru tiba di Australia atau berasal dari negara yang bahasa nasionalnya bukan bahasa Inggris.
"Masalah umumnya adalah bahasa, pendidikan, ketrampilan dan tidak diakuinya ijazah dari negara asal," kata Elia.
"Kurangnya pengalaman kerja di Australia, juga menulis surat lamaran online dan mengirimkan daftar riwayat kerja, serta menjawab pertanyaan untuk kriteria persyaratan kadang juga membuat susah."
Gesanit mengatakan dia sudah tidak sabar lagi untuk bisa bekerja
"Kalau kita suka bekerja dan itu sungguh-sungguh dari hati kita, tidak ada yang sulit."
Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari ABC News