Ini Cara Brasil Menghindarkan Lebih Banyak PKH Saat Pandemi

Pemandangan Kota Brasilia, ibu kota Brasil sejak 1960.
Sumber :
  • Governo do Brasil

VIVA – Senat Brasil pada Kamis (9/12) menyetujui perpanjangan pembebasan pajak gaji karyawan untuk 17 sektor ekonomi hingga Desember 2023 untuk menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK).

Penjelasan Ditjen Pajak soal Tax Amnesty Jilid III

Langkah perpanjangan pembebasan pajak bagi perusahaan itu dianggap perlu untuk menyelamatkan lapangan pekerjaan selama periode pertumbuhan stagnan yang disebabkan oleh pandemi virus corona.

Rancangan undang-undang (RUU) untuk perpanjangan pembebasan pajak tersebut telah melewati majelis rendah Kongres Brasil dan akan lanjut ke Presiden Jair Bolsonaro untuk ditandatangani menjadi undang-undang.

Ketahui Aturannya! Kegiatan Usaha Makanan hingga Hiburan Insidental Kini Kena Pajak

Bolsonaro memuji persetujuan RUU itu. "Jika itu tidak disetujui, kita akan mengalami pengangguran massal," katanya.

Presiden Brasil itu mengusulkan perpanjangan pembebasan pajak sebulan lalu, dengan mengorbankan pendapatan pemerintah untuk menghindari peningkatan angka pengangguran hingga dua digit.

Mengenal Pajak Nordik yang Viral di X, Apakah Bisa Diterapkan di Indonesia?

Pengecualian pembayaran pajak itu mencakup banyak sektor usaha yang paling padat karya, seperti konstruksi sipil, produsen tekstil dan alas kaki, serta perusahaan transportasi dan komunikasi.

Banyak bisnis mengancam melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) jika pembebasan pajak, yang pertama kali diberikan pada 2014, dibiarkan berakhir pada akhir 2021.

Menurut data resmi pemerintah Brazil, dalam tiga bulan hingga Agustus 2021, tercatat sebuah rekor jumlah warga Brasil kehilangan pekerjaan sepenuhnya dan tingkat pengangguran mencapai 13,2 persen.

Menteri Ekonomi Brasil Paulo Guedes dan timnya berjuang untuk menemukan sumber daya fiskal guna menghindari semakin dalamnya defisit anggaran Brasil.

Upaya itu membuat Guedes dan timnya sempat menolak perpanjangan pembebasan pajak itu yang diperkirakan menelan biaya setidaknya 1,48 miliar dolar AS (sekitar Rp21,28 triliun) per tahun. (Ant/Antara)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya