Upaya Mencari Keadilan Adelina Lisao, yang Disiksa Majikan di Malaysia
- bbc
Mahkamah Persekutan Malaysia yang bersidang hari ini, Kamis (09/12) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap majikan Adelina Lisau, pekerja migran asal Nusa Tenggara Timur yang meninggal dengan banyak luka di tubuhnya pada Februari 2018.
Surat perintah penangkapan terhadap majikan Adelina Lisau, Ambika MA Shan, 63 tahun, dikeluarkan karena ia tak menghadiri persidangan, meskipun telah diberi pemberitahuan beberapa kali, kata Jaksa Penuntut Umum, Mohd Dusuki Mokhtar.
"Surat pemberitahuan tentang jadwal sidang hari ini ditaruh di gerbang rumahnya pada 7 Desember," kata Dusuki, seperti dikutip dari media lokal Malaysia. Putri Ambika, yang menghadiri sidang, mengaku ibunya tahu sidang akan digelar tapi memilih tak hadir dengan alasan sakit.
"Sidang telah ditunda beberapa kali karena ketidakhadirannya. Kami terpaksa mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk memaksanya menghadiri pengadilan."
Sebelumnya, Konsul Jendral Indonesia di Penang, Bambang Suharto mengatakan keadilan bagi Adelina adalah simbol perlindungan bagi pekerja migran dan penjaga hubungan bilateral dengan Malaysia.
"Semoga hakim membatalkan putusan [bebas] sebelumnya, tapi jika upaya pidana tidak berhasil, pemerintah RI akan mengajukan gugatan perdata," kata Bambang Suharto kepada BBC News Indonesia.
Ambika MA Shan didakwa pasal pembunuhan, dengan ancaman maksimal hukuman mati, sementara putrinya, R Jayavartiny didakwa mempekerjakan Adelina secara ilegal.
Namun pada April 2019, Pengadilan Tinggi membebaskannya, dan putusan itu dikukuhkan pengadilan banding pada 22 September 2020.
Anggota parlemen Malaysia, Steven Sim, yang melihat sendiri kondisi Adelina pada hari terakhirnya, menegaskan pasti ada yang bertanggung jawab atas luka-luka mengerikan yang diderita pekerja migran ini.
"Keadilan bagi Adelina harus ditegakkan. Malaysia harus memberi contoh. Mustahil tidak ada yang bersalah dengan tragedi seperti itu… Bagaimana kita bisa mengatakan tidak ada yang menyebabkan semua itu? Jika [terduga pelaku bebas], pemerintah [Malaysia] gagal melindunginya," kata Steven Sim Chee Kong kepada BBC News Indonesia.
Baca juga:
- Tagar `Justice for Adelina` soroti putusan pembebasan majikan Adelina
- Adelina: TKI yang meninggal di Malaysia membuat `marah bangsa`
- `Penyiksa TKW` di Malaysia dibebaskan: Indonesia akan terus upayakan keadilan untuk Adelina
- TKI di Malaysia disiksa, `luka sayat dan bakar di sekujur tubuh` - mengapa kekerasan terus berulang?
Sementara itu, LSM di Malaysia, Tenaganita yang turut mengurus Adelina setelah diselamatkan mengatakan, kematian pekerja migran ini menunjukkan "darahnya ada di tangan kita. Membiarkan pelaku seperti majikannya bebas membuat kita semua terlibat dalam meninggalnya Adelina dan banyak lainnya yang memiliki nasib yang sama."
"Nasib Adelina adalah realitas sedih ribuan pekerja rumah tangga (PRT) lain yang rentan terhadap semua bentuk eksploitasi, dan saatnya untuk meningkatkan perlindungan terhadap semua pembantu rumah tangga," kata Glorene Das, direktur eksekutif Tenaganita.
Glorene juga mengatakan, mereka berharap "putusan akhir akan memberi keadilan bagi Adelina walaupun dia sudah tak bersama kita lagi dan menyeret majikannya untuk bertanggung jawab."
"Saya sangat yakin bahwa satu-satunya cara efisien mencegah eksploitasi terhadap siapapun adalah dengan memenjarakan pelaku dalam waktu lama," tambahnya.
Tenaganita, menurut Glorene terus melakukan kampanye agar "kita tak lagi dapat menerima penyiksaan dan kekerasan di rumah-rumah, dan tidak dapat membiarkan gagalnya sistem hukum."
Glorene mengatakan eksploitasi terhadap para pekerja terjadi karena tak ada payung hukum.