3 Gadis Muda Berhijab Asal Garut Manggung di Belanda Kala Pembatasan
- bbc
"Untuk kita-kita, ini semacam mengobati rasa rindu kita ke Indonesia ya, karena di masa pandemi kita agak sedikit sulit untuk berkunjung [ke Indonesia]," ujar Yana, pria berusia 49 tahun yang tinggal di Amersfoot.
"Jadi dengan event-event seperti ini, apalagi saya juga dari Sunda, sekalian reuni dan melihat antusiasme masyarakat Belanda," katanya.
Adapun, Joana, perempuan Belanda dari Haarlem yang menyaksikan konser bersama pasangannya mengaku penasaran dengan penampilan ketiga gadis itu.
"Mereka ini seperti girl band, tapi bukan band biasa. Jadi, sangat berbeda. Musik mereka bukan genre musik yang saya dengarkan, jadi kami di sini hanya karena kami penasaran dengan band tersebut dan kami suka bereksperimen dalam musik dan live music," kata Joanna ketika ditemui sebelum konser.
Meredam stigma
Di awal karier mereka, stereotip dan stigma terhadap mereka sebagai perempuan muda berhijab yang memainkan musik metal mengemuka.
Meski hingga kini hal itu belum memudar, ketiganya mengaku lebih rileks menghadapi cibiran dan cap buruk terhadap mereka.
"Awalnya sih agak tegang, karena kesel juga. Manusiawi. Tapi sekarang udah bisa lebih rileks, karena mikirnya gini, kemanapun kita pergi, pasti orang seperti itu akan ada," katanya.
Sementara, salah satu penonton konser mereka, Deni, warga Indonesia yang tinggal di Belanda, mengatakan VoB membuktikan bahwa "muslimah itu tidak hanya baca Al Quran, bisa juga main musik".
Ia menambahkan publik di Belanda tak menganggap penampilan mereka dengan hijab namun memainkan musik metal bukanlah suatu kontroversi.
"Di sini musik bukan dilihat dari agamanya. Jadi musik hanya bermusik saja, jangan kita ngelihat dari latar belakang," imbuh pria yang tinggal di Leiden ini.
Penonton konser yang juga warga Belanda, Joanna mengaku, meski jarang ditemui, tak ada yang aneh dengan perempuan berhijab memainkan musik metal.