Cerita Keturunan Papua yang Kehilangan Tanah Air
- bbc
Dalam buku berjudul Kembali ke Indonesia: Langkah, Pemikiran, dan Keinginan, Nicholaas menyebut perjuangannya dari pengasingan adalah pilihan keliru. Dia juga menulis bahwa dia memilih tidak kembali ke Belanda untuk "membantu pembangunan Papua".
Nicholaas memang tak lagi menjadi eksil hingga menghembuskan nafas terakhir di Jakarta pada 2017. Dia wafat dengan status penerima Bintang Jasa Naraya dari Presiden Indonesia.
Terlepas dari sikap ayahnya, Nancy yakin Papua belum bebas dari persoalan. Menurutnya, hak-hak orang Papua sebagai warga negara belum dihargai oleh pemerintah Indonesia—anggapan yang dibantah Presiden Joko Widodo dalam wawancara dengan BBC.
Dan Nancy percaya ayahnya tidak benar-benar berhenti memimpikan Papua yang `bebas` sesaat sebelum menutup mata untuk yang terakhir kalinya.
"Dia tidak mengungkapkan apa yang dia pikirkan saat itu dan saya rasa semuanya tetap sama baginya, bahwa orang-orang Papua harus mendapat hak untuk menentukan nasib mereka sendiri," kata Nancy.
Presiden Joko Widodo: `Papua adalah bagian dari Indonesia`
Dalam wawancara eksklusif dengan BBC baru-baru ini, Presiden Joko Widodo berkata telah menggencarkan pembangunan infrastruktur dan hendak mengejar sisi pembangunan sumber daya manusia di Papua.
Presiden Jokowi juga menyatakan ingin tanah Papua damai seraya menegaskan bahwa Papua dan orang Papua adalah bagian dari Indonesia.
"Saya kira semua yang berada di teritorial Indonesia adalah rakyat Indonesia. Dan ini adalah NKRI, Negara Kesatuan Republik Indonesia yang harus kita bangun bersama-sama.."
Presiden Jokowi menggarisbawahi bahwa dia sudah mengajak kubu prokemerdekaan untuk berdialog.
"Saya sudah mengajak mereka [kubu prokemerdekaan] untuk berbicara bagaimana membangun Papua bersama-sama, bagaimana bersama-sama bisa mensejahterakan masyarakat, bagaimana mengejar ketertinggalan agar bisa sama sejajar dengan saudara-saudara yang lainnya. Saya kira nanti kalau ini direspons, akan lebih baik."
`Ayah saya dibunuh tentara, saya sangat marah`
Raki masih berada dalam kandungan ibunya ketika ayahnya yang bernama Arnold Clement Ap, ditahan di penjara Jayapura, pada awal 1984.
Arnold ditahan sejak November 1983. Itu bukanlah kali pertama dia dijebloskan ke penjara.
Sore itu, setelah kunjungan ke penjara, ibunya, Corrie Bukorpioper, bersama tiga saudara laki-lakinya, menempuh perjalanan di atas perahu melintasi perbatasan. Tujuan mereka adalah Vanimo, sebuah kota di Papua Nugini yang berjarak sekitar 100 kilometer dari Jayapura. Mereka mengungsi.
Dalam pengasingan di Black Wara Camp, Mansorak alias Raki Ap akhirnya dilahirkan. Namun dia ditakdirkan untuk tidak pernah melihat wajah ayahnya secara langsung. Arnold meninggal pada April 1984. Saat itu Raki adalah bayi yang masih merah.
Jenazah Arnold ditemukan di Pantai Pasir Enam, di bagian timur Jayapura. Menurut sejumlah catatan kelompok HAM, Arnold ditembak dalam sebuah skenario operasi.
Dalam catatan sejarawan Robin Osborn dan George Aditjondro, aparat secara sengaja melepas Arnold dan mendorongnya melarikan diri dari Jayapura lewat jalur laut. Pada momen pelarian itulah, menurut keduanya, Arnold ditembak.
Tidak pernah ada investigasi yang dibuka kepada publik terkait kematian Arnold. Menteri Luar Negeri Indonesia saat itu, Mochtar Kusumaatmadja, menuding Arnold adalah bagian dari Organisasi Papua Merdeka.
"Marah. Itu mungkin adalah kata yang tepat. Saya tidak tahu bagaimana mengungkapkan perasaan saat tahu cerita kematian ayah saya," kata Raki.
Corrie mengisahkan cerita itu kepada Raki saat putranya itu berumur 16 tahun. Saat itu mereka sudah menetap di Den Haag, Belanda.
Itulah untuk pertama kalinya, Corrie menyampaikan alasan di balik kepergian Arnold. Dia bercerita sembari memperlihatkan foto Arnold yang terbaring di dalam peti jenazah.
"Itu adalah peristiwa hidup yang tidak akan pernah saya lupakan. Tapi saat itu, sebagai anak berumur 16 tahun, saya tidak tahu harus berbuat apa," kata Raki.
Arnold Ap dikenang lewat beragam karya yang pernah diciptakannya. Pada masa itu dia adalah musikus paling ternama di Papua. Bersama grup musiknya, Mambesak, Arnold merekam lagu-lagu dalam 30 bahasa lokal.
Lewat Mambesak, Arnold menggugah nasionalisme orang-orang Papua, kata antropolog asal Australia, Diana Glazebrook.
Pada dekade 1970-an, misalnya, Arnold pernah melontarkan kritik soal liturgi ibadah banyak gereja Protestan yang berorientasi ke negara Barat. Dia lalu mengaransemen lagu-lagu ibadah berbasis tifa, ukulele, gitar, dan berlirik bahasa lokal.
Kesaksian itu ditulis George Aditjondro, yang bergaul dengan Arnold semasa bekerja di lembaga nirlaba The Irian Jaya Development and Information Service.
Namun jelas, Raki tidak pernah mendengar ayahnya menjelaskan sendiri sikap dan pemikirannya soal Papua. Lahir di pengungsian dan tumbuh di Belanda, Raki tak mengerti apapun yang terjadi di Papua.
"Mengetahui alasan di balik pembunuhan ayah dan cerita di balik keputusan ibu untuk mengungsi adalah peristiwa paling penting dalam kehidupan saya," ujar Raki.
"Saya tidak pernah membaca tentang Papua yang dikoloni Belanda. Saya tidak menemukan itu saat membaca buku sejarah di sekolah.
"Berbagai cerita itu mendorong saya untuk mencari tahu lebih banyak tentang ketidakadilan yang terjadi di Papua," ucapnya.
Dari situlah Raki kemudian mulai menggelorakan tuntutan kemerdekaan Papua. Dia bertemu Benny Wenda saat berumur 20 tahun. Ketika itu Benny sudah dua tahun melarikan diri dari pemidanaan kasus penyerangan kantor polisi dan pembakaran toko di Jayapura pada 2002.
Benny, yang menolak seluruh tuduhan aparat, divonis penjara 25 tahun. Setelah kabur dari LP Abepura, Benny menyeberang ke Papua Nugini, lalu menetap di Inggris sebagai penerima suaka politik.