Perguruan Tinggi Australia yang Diuntungkan dan Dirugikan Kala Pandemi
- abc
Kalimat pembuka dalam novel Anna Karenina karya sastrawan Rusia Leo Tolstoy menyebut: "Keluarga yang bahagia semuanya sama; sedangkan keluarga yang tak bahagia merasakan ketidakbahagiaan dengan caranya masing-masing."
Kini di 2021, penggambaran itu sangat tepat digunakan terhadap kalangan perguruan tinggi di Australia, setelah diterpa dampak pandemi COVID.
Beberapa universitas sebenarnya mengalami peningkatan pendapatan sejak pandemi dimulai, namun sejumlah rektor universitas lainnya sangat kecewa.
Alasannya cukup rumit, bukan semata-mata akibat absennya pemasukan dari uang SPP mahasiswa internasional.
Salah satu universitas berhasil menerapkan rencana menghadapi pandemi yang telah mereka persiapkan sebelum tahun 2020. Tapi yang lainnya sama sekali tak siap.
Mahasiswa juga terus mempertanyakan mengapa begitu banyak aktivitas kampus tetap dilakukan secara jarak jauh, bahkan setelah lockdown dicabut.
Pada tahun 2020, kalangamn universitas di Australia rata-rata kehilangan 5,1 persen pendapatan dibandingkan dengan tahun 2019.
Tapi ada beberapa perguruan tinggi yang menderita lebih parah.
Ini universitas yang diuntungkan
Menurut analisis laporan tahunan 2020 terhadap 37 dari 39 universitas negeri di Australia, ada delapan perguruan tinggi yang justru mengalami peningkatkan pendapatan.
Daftar yang dibuat oleh University of Melbourne ini menunjukkan perguruan tinggi yang penghasilannya meningkat, yakti tiga universitas di Australia Selatan, Universitas Katolik Australia dan empat institusi regional (Universitas Charles Darwin, Universitas Queensland Selatan, Universitas Sunshine Coast, dan Universitas New England).
University of Adelaide menjadi satu-satunya anggota universitas "Grup Delapan" yang berhasil mendapatkan kenaikan penghasilan. Grup Delapan merupakan delapan perguruan tinggi terbaik di Australia.
Universitas-universitas yang menjadi 'pemenang' itu umumnya masih mengadakan kuliah jarak jauh, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang motivasi di balik keputusan ini.
Metode kuliah jarak jauh merupakan isu utama yang banyak disuarakan kalangan mahasiswa dan keluarga mereka.
Yang alami sedikit kerugian
Ada 14 universitas yang kehilangan pendapatan kurang dari rata-rata 5,1 persen. Ini masih merupakan kerugian, tapi kondisi keuangan mereka masih lebih baik daripada universitas lainnya.
Daftar ini mencakup tiga universitas dari "Grup Delapan" dan sejumlah besar institusi kejuruan dan regional, termasuk:
Universitas SydneyUniversitas QueenslandUniversitas MonashUTSRMITUniversitas MacquarieUniversitas Sydney BaratUniversitas SwinburneUniversitas VictoriaUniversitas NewcastleUniversitas James CookUniversitas MurdochUniversitas Edith Cowan
Meskipun universitas-universitas ini bernasib lebih baik daripada yang lain, secara relatif, kuliah tatap muka masih jarang dilakukan.
Yang sangat rugi
Dampak terberat dialami oleh Universitas Nasional Australia (ANU) di Canberra, yang kehilangan 17,4 persen dari pendapatannya.
Rektor ANU menjelaskan kepada ABC bahwa pihaknya seperti "mati kehabisan darah" setelah kehilangan tambahan dana tambahan dalam anggaran 2021.
Ini adalah salah satu dari empat universitas di "Grup Delapan" yang mengalami masalah keuangan, selain Universitas Melbourne, Universitas New South Wales, dan Universitas Australia Barat.
Ingat, mereka melakukan sebagian besar penelitian — jenis penelitian yang penting selama COVID — jadi posisi keuangan mereka penting.
Universitas lain yang menderita masalah keuangan terburuk adalah
Universitas GriffithUniversitas CurtinUniversitas Southern CrossUniversitas TasmaniaUniversitas Charles SturtUniversitas Central QueenslandUniversitas WollongongUniversitas DeakinUniversitas FederationUniversitas La TrobeUniversitas Teknologi Queensland
Ada campuran yang masuk akal antara kampus regional dan metro di ketiga daftar, tetapi mungkin tren terbesar adalah perselisihan untuk universitas riset.
Tanggapan Pemerintah Australia
Menteri pendidikan Alan Tudge, yang kemarin mengundurkan diri akibat skandal etis, mengumumkan alokasi dana sekitar $10 juta untuk kemitraan penelitian dengan dunia industri.
Namun pada saat yang sama, pemerintah memberikan keringanan biaya hampir tiga kali lipat ($27,8 juta) kepada universitas swasta.
Alan Tudge mendorong universitas-universitas di Australia untuk meniru Universitas Stanford di AS — yang terkenal sebagai tempat kelahiran Google — dan "turun dari menara gading mereka".
Universitas Stanford memiliki dana abadi lebih dari $40 miliar. Dana ini hampir setara dengan pengeluaran total pemerintah Australia untuk dana pendidikan tinggi dan sekolah kejuruan tahun keuangan 2020.
Banyak perguruan tinggi Australia mengandalkan mitra internasional untuk mendanai penelitian dan jelas ada model pendanaan sistemik jangka panjang di mana uang SPP mahasiswa internasional menjadi satu-satunya jawaban nyata.
Bisakah perubahan terjadi?
Para pemimpin universitas mengeluhkan banyak hasil riset "kualitas rendah" atau "penelitian berulang" yang diproduksi para akademisi.
Bahkan, salah seorang rektor secara jujur menyebut sangat prihatin dengan "Jutaan skripsi tentang gender dalam kasus Jane Austen's England".
Namun tak banyak bisa dilakukan oleh para pimpinan universitas ini.
Kontrak kerja di kampus pada umumnya mengharuskan universitas untuk mendaftarkan pegawai tetap mereka.
Itu belum termasuk staf biasa dan staf tetap yang seringkali berjumlah lebih dari 50 persen.
Sebagian besar universitas memiliki pembagian 40:40:20.
Artinya, 40 persen waktu dihabiskan untuk penelitian, 40 persen dihabiskan untuk mengajar, dan 20 persen untuk administrasi.
Jadi, setiap akademisi sekaligus adalah dosen, peneliti, dan staf administrasi.
Sudah lama sejumlah rektor ingin mengubah model ini, tapi mereka menghadapi serikat buruh yang begitu kuat di Australia.
Jika ada momentum bagi para rektor untuk memulai perubahan itu, maka tahun 2022 merupakan waktu paling tepat.
Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News.