Logo ABC

Mahasiswa Indonesia Terpaksa Tunda Kedatangan ke Australia

Andina Dwifatma says she is ready to come to Australia to continue her PhD at Monash University and to adapt to new COVID-19 rules.  (Supplied)
Andina Dwifatma says she is ready to come to Australia to continue her PhD at Monash University and to adapt to new COVID-19 rules.  (Supplied)
Sumber :
  • abc

Belle yang pernah menjabat sebagai presiden Council of International Students Australia mengatakan meski ia paham kebijakan yang diambil Australia, tapi ia merasa mahasiswa internasional kurang mendapat pengakuan dan dihargai oleh Pemerintah Australia.

"Mereka sudah bayar uang kuliah AU$40.000 [lebih dari Rp400 juta], belum termasuk uang sewa tempat tinggal, barang-barang mereka juga masih ada di sini ... dan sekarang mereka terjebak di luar negeri sudah dua tahu," kata Belle.

"Respon dari Pemerintah Australia sangatlah tidak berbelas kasih," tegas Belle yang berharap mendapat lebih banyak bantuan dari Pemerintah Australia.

"Saya rasa, begitu juga dengan mahasiswa internasional lainnya di Australia, kalau kita punya masalah keuangan dan kesehatan, ada ketakutan kita belum tentu dibantu Pemerintah Australia."

Pekan lalu Pemerintah Australia mengubah kebijakan visa untuk pelajar internasional yang mengizinkan pemegang visa jenis 'Temporary Graduate' yang tidak bisa ke Australia akibat pembatasan perbatasan.

Mereka kini dapat mengajukan permohonan visa pengganti, terutama bagi mereka yang visanya kedaluwarsa setelah 1 Februari 2020 .

Pemerintah Australia juga akan menambah izin tinggal lebih lama bagi visa jenis 'Temporary Graduate' dari dua menjadi tiga tahun untuk mereka yang lulusan master. Sementara lulusan 'Vocational Education and Training' bisa tinggal selama dua tahun.

Belle mengatakan perubahan tersebut sudah "disambut dengan baik" oleh mahasiswa internasional, meski menurutnya hanya berdampak pada siswa dengan jenis visa yang sudah dijelaskan di atas dan jumlahnya hanya "sebagian kecil dari mahasiswa internasional".