Risiko Wabah Campak Dunia Meningkat, WHO Beri Peringatan

Ilustrasi anak mendapatkan vaksin polio di Afghanistan
Sumber :
  • Antara/REUTERS/Parwiz

VIVA – Risiko wabah campak tinggi setelah lebih dari 22 juta anak bayi pada 2020 tidak mendapatkan dosis pertama vaksin selama pandemi COVID-19, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) serta Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC).

Masa Tenang Pilkada, Car Free Day di Sudirman-Thamrin Tidak Diberlakukan pada 24 November 2024

Laporan kasus campak turun lebih dari 80 persen tahun lalu dibandingkan 2019, namun semakin tingginya jumlah anak-anak yang tidak divaksin membuat mereka menjadi rentan, menurut laporan bersama WHO dan CDC pada Rabu (10/11).

Sekitar tiga juta lagi anak tidak diberi campak pada 2020. Jumlah itu merupakan peningkatan terbesar dalam dua dekade.

Polisi Tetapkan 4 Orang Jadi Tersangka Kasus Penganiayaan Anak yang Dituduh Curi Uang di Tangerang

Kondisi itu akhirnya mengancam upaya global untuk membasmi penyakit virus yang sangat menular tersebut.

"Jumlah besar anak-anak yang tidak divaksin, wabah campak, temuan penyakit dan diagnostik yang dialihkan untuk mendukung penanganan COVID-19 merupakan faktor yang meningkatkan kemungkinan kematian akibat campak dan komplikasi serius pada anak-anak," kata kepala imuninsasi CDC Kevin Cain.

Dapat Hibah 5 Juta Blangko dari Kemendagri, Pemprov Jakarta Jamin Cetak KTP Kini Hanya 15 Menit

Campak merupakan salah satu penyakit yang diketahui paling menular, lebih dari COVID-19, Ebola, TBC atau flu. Penyakit itu bisa menjadi berbahaya bagi anak bayi dan anak kecil. Salah satu kemungkinan yang bisa ditimbulkan campak adalah  komplikasi pneumonia.

Pada 2019, laporan kasus campak mencapai angka tertinggi dalam hampir seperempat abad.

Laporan terkini menyebutkan bahwa kampanye vaksinasi campak yang mulanya direncanakan pada 2020 di 23 negara ditunda, sehingga menyebabkan lebih dari 93 juta orang berisiko terkena penyakit tersebut.

"Penting bagi negara-negara untuk segera mungkin memvaksinasi COVID-19, namun ini membutuhkan sumber daya baru sehingga tidak membebani program imunisasi," kata direktur departemen imunisasi, vaksin, dan biologi WHO Dr Kate O'Brien.

"Imunisasi rutin harus dilindungi dan diperkuat, kalau tidak, kita berisiko menukar satu penyakit mematikan dengan penyakit mematikan lainnya," kata O'Brien. (Ant/Antara)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya