ILO Minta Perusahaan di RI Tak Abaikan K3 Saat dan Pascapandemi
- U-Report
VIVA – Organisasi Buruh Internasional (ILO) meminta seluruh perusahaan dan pihak-pihak terkait untuk memastikan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) bagi para pekerja saat dan setelah pandemi.
“Indonesia berharap pandemi ini akan menjadi endemi pada 2022 dan kita beralih ke kondisi normal yang baru dan kita masih mencari cara agar infeksi COVID-19 tidak tersebar luas. Dan untuk mencegah timbulnya krisis kesehatan di masa yang akan datang, kita perlu memastikan pekerja melakukan langkah-langkah yang baik,” kata Spesialis Bidang Ketenagakerjaan ILO Kazutoshi Chatani dalam webinar bertajuk “Tren Masa Depan Dunia Kerja dan K3 Usai Pandemi” di Jakarta, Rabu.
Chatani menjelaskan upaya-upaya persiapan diperlukan untuk mencegah timbulnya krisis kesehatan di masa yang akan datang, sehingga Indonesia bisa tetap bertahan dengan sistem kesehatan yang ada.
Dengan demikian, lanjut dia, dunia bisnis bisa mengambil peluang yang baru dalam proses transisi menuju normal baru.
“Saya berharap bisa mendapatkan masukan-masukan yang sangat penting untuk pemulihan pandemi, terutama meningkatan K3 di tempat-tempat kerja, sehingga kita bisa melindungi pekerja dan bisnis saat maupun setelah pandemi,” katanya.
Dia menuturkan bahwa pandemi COVID-19 mengubah dunia dengan cepat dan menuntut respon terhadap perubahan tersebut terkait bagaimana cara kerja di masa yang akan datang.
Menurut Chatani, hadirnya teknologi membantu bisnis tetap berjalan sekaligus mengurangi interaksi langsung antara produsen dan konsumen.
“Mereka juga bisa bekerja secara daring dan maraknya layanan pesan antar juga sebagai suatu bentuk yang baru. Kita harus merancang mekanisme yang baik, sehingga kita bisa melindungi pekerja,” ujarnya.
Berdasarkan survei Katadata terkait sistem kerja selama pandemi COVID-19, sebanyak 37.5 persen responden menyatakan penyelenggaraan kerja dari rumah atau work from home (WFH) sukses, sementara 44.3 persen menganggapnya kurang sukses, 7.1 persen tidak sukses, dan 11.1 persen tidak melakukan WFH.
Selain itu, 40 persen pekerja menilai kolaborasi pekerjaan lebih baik pada masa pandemi, sementara 20 persen pekerja menilai pelatihan (training/coaching) karyawan lebih parah dari sebelum pandemi.
Terkait K3, sebanyak 46,8 persen pekerja melihatnya cukup diprioritaskan, sementara 39,9 persen lainnya menilai sangat diprioritaskan, 11,1 persen kurang diprioritaskan, dan 2,2 persen tidak diprioritaskan.
“Pandemi merupakan malapetaka, tetapi juga menjadi peluang untuk melihat dan membentuk masa depan kita menjadi lebih baik,” kata Chatani. (Ant/Antara)