Indonesia, India, Filipina Bergabung dalam Program Transisi Batubara

Ponton besar bermuatan ribuan ton batu bara. (Ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA/MTohamaksun.

VIVA – Indonesia, India dan Filipina akan bergabung dengan Afrika Selatan sebagai penerima pertama program percontohan bernilai miliaran dolar AS yang bertujuan mempercepat transisi dari tenaga batubara ke energi bersih, menurut Pendanaan Investasi Iklim (CIF), Kamis 5 November 2021.

Galon Ini Diklaim bisa Mengurangi Emisi Karbon

Empat negara tersebut menyumbang 15 persen emisi global yang terkait dengan batubara, bahan bakar fosil paling kotor.

Memangkas emisi keempat negara tersebut akan dengan cepat membantu upaya global untuk mewujudkan emisi nol bersih pada 2050 sebagai tujuan utama KTT iklim COP26 PBB yang sedang berlangsung di Glasgow, Skotlandia.

Bluebird Surabaya Catat Kenaikan Pelanggan 75%, Ini Rahasianya

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan Indonesia berkomitmen untuk memangkas dan mengganti pembangkit listrik tenaga batubara dengan energi terbarukan dalam transisi energi.

“Perubahan iklim adalah tantangan global yang perlu disikapi oleh semua pihak dengan memberi contoh,” katanya.

Bluebird Luncurkan Rute Baru Cititrans Busline, Lengkap dengan Kelas Suites dan Super Executive

CIF mengatakan Program Percepatan Transisi Batubara (ACT) adalah program yang pertama menargetkan negara-negara berkembang yang kekurangan sumber untuk membiayai peralihan dari batubara.

Langkah tersebut dianggap penting guna membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celsius atau 2,7 derajat Fahrenheit pada 2030.

Afsel mengumumkan pada Selasa bahwa negara tersebut akan menjadi penerima bantuan pertama.

Pembakaran batubara, sumber tunggal terbesar kenaikan suhu global, menghadapi tantangan kompetitif dari sumber energi terbarukan dengan jumlah pembangkit batubara yang diperkirakan tumbuh lebih dari dua per tiga secara global pada 2025.

“Batubara adalah sumber energi beremisi tinggi yang bertentangan dengan masa depan yang ramah iklim,” kata Presiden Direktur CIF Mafalda Duarte.

CIF dibentuk oleh negara dengan ekonomi terbesar di dunia pada 2008 untuk membantu negara-negara miskin mempercepat peralihan ke ekonomi karbon rendah.

“Tren pasar mulai ke arah yang benar, namun transisinya belum cukup cepat untuk merespons urgensi krisis iklim,” ujarnya.

CIF mengatakan program baru tersebut telah didukung oleh negara-negara maju Kelompok Tujuh (G7) dan didukung janji keuangan dari Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Kanada, dan Denmark.

CIF akan berinvestasi dalam berbagai proyek mulai dari memperkuat kapasitas domestik negara-negara untuk mengelola transisi energi hingga penonaktifan aset batubara dan menciptakan peluang ekonomi untuk masyarakat yang bergantung pada batubara.

Proyek tersebut akan berjalan dengan enam bank pembangunan multilateral untuk menawarkan kepada negara-negara transisi batubara suatu perangkat keuangan komprehensif yang mencakup pinjaman pendapatan rendah dan bantuan teknis. (Ant/Antara)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya