Ini 4 Poin Penting COP26 di Glasgow, Tagih Komitmen Negara Maju

anak-anak bermain saat banjir Jakarta
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Setelah tertunda karena Pandemi COVID-19, Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim PBB resmi dibuka tadi malam (waktu setempat) oleh Presiden COP26 Alok Sharma. Bertema Leading Action Togethet Climate, Conference of the Parties atau COP26 diselenggarakan di Glasgow, Skotlandia mulai 31 Oktober hingga 12 November.

Perubahan Iklim Melemahkan Ekonomi dan Keamanan Perempuan, Menurut Komnas

Ada empat poin tujuan penting dari penyelenggaraan COP26 Glasgow ini. Dikutip dari website ukcop26, berikut empat poin tersebut.

1. Amankan global net zero pada pertengahan abad dan suhu pemanasan global diangka 1,5 derajat celcius.

Ancaman Nyata Perubahan Iklim

Negara-negara diminta untuk maju dengan target pengurangan emisi 2030 yang ambisius yang sejalan dengan pencapaian nol bersih pada pertengahan abad ini. Untuk mencapai target peregangan ini, negara-negara perlu:

- Mempercepat penghapusan batubara

Penyuluh Agama Diingatkan Harus Jadi Garda Terdepan Jaga Harmoni Berbangsa dan Beragama

-Mengurangi deforestasi

mempercepat peralihan ke kendaraan listrik

-Mendorong investasi dalam energi terbarukan.

2. Beradaptasi untuk melindungi masyarakat dan habitat alami.

Iklim sudah berubah dan akan terus berubah bahkan saat kita mengurangi emisi, dengan efek yang menghancurkan. Di COP26 kita perlu bekerja sama untuk mengaktifkan dan mendorong negara-negara yang terkena dampak perubahan iklim untuk:

-melindungi dan memulihkan ekosistem

-membangun pertahanan, sistem peringatan dan infrastruktur serta pertanian yang tangguh untuk menghindari hilangnya rumah, mata pencaharian, dan bahkan nyawa.

3. Memobilisasi keuangan

Untuk memenuhi dua tujuan tadi, negara-negara maju harus memenuhi janji mereka untuk memobilisasi setidaknya US$100 miliar dalam pendanaan iklim per tahun pada tahun 2020.

Lembaga keuangan internasional harus memainkan peran mereka dan kita perlu bekerja untuk melepaskan triliunan keuangan sektor swasta dan publik yang diperlukan untuk mengamankan nol bersih global.

4. Bekerja sama 

Tantangan krisis iklim dapat dilakukan dengan bekerja sama. Pada COP26 yang harus dilakukan oleh semua pihak adalah:

-menyelesaikan Paris Rulebook (aturan rinci yang membuat Perjanjian Paris operasional)

-mempercepat tindakan untuk mengatasi krisis iklim melalui kolaborasi antara pemerintah, bisnis, dan masyarakat sipil.

"Isu krusialnya adalah menagih komitmen negara maju untuk menyalurkan dana 100 miliar dolar AS ke negara berkembang dalam mitigasi perubahan iklim. Sebab sampai saat ini, janji tersebut belum terealisasi sepenuhnya,” kata Mahawan Karuniasa, pendiri Environment Institute, saat diskusi yang digelat The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) beberapa waktu lalu.

Salah satu yang harus dikawal menurut dia, seperti yang tertuang dalam update NDC yang berisi peta jalan adaptasi perubahan iklim sampai 2030 yaitu kebijakan NDC untuk sektor energi, secara umum adalah kebijakan mitigasi melalui penerapan energi baru terbarukan.

Kedua kebijakan utama untuk mencapai target NDC 2030 adalah pengembangan industri hijau. Ketiga adalah kebijakan limbah, kebijakan mitigasi fokus pada pengurangan sampah dan pengolahan sampah.

Dan keempat kebijakan kehutanan yaitu kebijakan tata kelola, pengelolaan hutan lestari, percepatan pembangunan hutan tanaman industri, pemanfaatan lahan tidak produktif, konservasi dan pengelolaan gambut dan leima, kebijakan pertanian yang fokus pada peningkatan produktivitas lahan dan pemanfaatan lahan tidak produktif khusus di kawasan budidaya.

Sementara Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Laksmi Dhewanthi, mengatakan, agenda COP26 adalah menyelesaikan Paris Rulebook dalam Paris Agreement. Indonesia sendiri mencanangkan target pengurangan emisi karbon sebesar 29 persen dengan upaya sendiri, dan hingga 41 persen jika ada dukungan internasional.

“Perlu adanya transisi yang berkeadilan dalam mencapai komitmen tersebut. Negara berkembang dan negara maju memiliki kapasitas berbeda. Yang pasti kami tidak bisa melakukan ini sendiri. Perlu komitmen bersama dengan para jurnalis dan publik untuk bergerak bersama dalam mencapai net-zero emission.” kata Laksmi beberapa waktu lalu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya