Menuju COP26, Indonesia Tegaskan Serius Tangani Perubahan Iklim

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutananan, Siti Nurbaya.
Sumber :
  • Dok. KLHK

VIVA – Menjelang perhelatan 26th UN Climate Change Conference of the Parties (COP26) di Glasgow, Skotlandia pada 31 Oktober–12 November 2021, Indonesia menegaskan akan menyelesaikan Paris Rulebook dalam Paris Agreement. 

Ancaman Nyata Perubahan Iklim

Indonesia sendiri  juga mencanangkan target pengurangan emisi karbon sebesar 29 persen dengan upaya sendiri, dan hingga 41 persen jika ada dukungan internasional.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya mengatakan  Indonesia telah mempersiapkan para delegasi dan negosiator dalam perundingan iklim pada COP26 UNFCCC di Glasgow November mendatang.

Penyuluh Agama Diingatkan Harus Jadi Garda Terdepan Jaga Harmoni Berbangsa dan Beragama

"Dengan delegasi Indonesia untuk COP26 kami ingin menunjukkan kepada Dunia Internasional bahwa Indonesia sangat serius dalam penanganan pengendalian perubahan iklim yang terencana dan solid antar sektor," kata Siti Nurbaya, dalam keterangan tertulisnya, Senin 25 Oktober 2021. 

Tidak hanya pada upaya aksi mitigasi dan adaptasi, namun juga pada dukungan dari sektor pendanaan, dan ke depan Indonesia siap melakukan akselerasi di bidang teknologi rendah karbon. Hal ini disampaikannya pada Pertemuan Koordinasi Final Delegasi Republik Indonesia pada Glasgow Climate Change Conference (COP26/CMP16/CMA3, SBSTA & SBI 52-55), yang berlangsung secara virtual di Jakarta, Sabtu 23 Oktober 2021. 

Punya Manfaat Luar Biasa, Tanam Mangrove Bisa Mitigasi Dampak Bencana Hingga Perubahan Iklim

Target FoLU

Salah satu bentuk keseriusan Indonesia adalah target Forest and Land Use (FoLU) Netsink Carbon pada 2030 yang akan dibawa ke meja perundingan oleh Delegasi RI bekerja sama dengan negara-negara pemilik hutan tropis dunia seperti Brazil, Republik Demokratik Congo dengan tagline “Forest Power to Glasgow”. 

Indonesia pun telah sepakat akan menjalin kolaborasi yang baik dengan Brazil dalam isu hutan tropis di Glasgow nanti, hal ini sudah didiskusikan oleh Menteri Siti dengan Menteri Lingkungan Hidup Brazil sebagai negara yang sama-sama memiliki hutan tropis terluas di dunia, pada pertemuan virtual 22 Oktober 2021.

"Pemerintah siapkan langkah bersama kelola reduksi emisi karbon dari sektor kehutanan dan lahan dengan insentif dan pajak, serta sekaligus menegaskan bahwa beriringan dengan sektor kehutanan juga dikelola sektor energi dengan agenda dekarbonisasi," tutur Menteri Siti.

Ia menambahkan, Indonesia telah berkomitmen untuk masa depan yang tangguh, rendah emisi dan berketahanan iklim dengan penyampaian dokumen Updated Nationally Determined Contribution (NDC) dan Long-Term Strategies Low Carbon and Climate Resilience 2050 pada 22 Juli 2021.

Komitmen dalam dokumen tersebut terus diperkuat salah satunya ditunjukkan Indonesia dalam pertemuan bilateral antara Pemerintah Indonesia dengan Madam Patricia Espinosa, Sekretaris Eksekutif United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) yang dilakukan secara virtual pada 10 September 2021.

Dalam pertemuan tersebut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selaku National Focal Point to the UNFCCC, turut pula mengundang kehadiran virtual pimpinan Kementerian teknis terkait, yakni: Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Wakil Menteri Luar Negeri, Wakil Menteri II Badan Usaha Milik Negara, Wakil Menteri Keuangan, dan Wakil Menteri LHK, serta beberapa Direktur Jenderal dari Kementerian/lembaga. 

"Dengan adanya kehadiran para pimpinan dari Kementerian/Lembaga teknis yang terkait langsung dengan sektor-sektor emisi gas rumah kaca, hal tersebut menunjukkan bahwa, target penurunan emisi Gas Rumah Kaca sebesar 29% dengan upaya sendiri dan hingga 41% dengan bantuan negara lain, serta target FOLU net sink di tahun 2030 dan Indonesia rendah karbon dan berketahanan iklim di tahun 2060 atau lebih cepat, adalah hasil koordinasi matang antar Kementerian/Lembaga dan lintas sektoral di jajaran Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Bapak Presiden Joko Widodo yang kita banggakan," kata Menteri Siti.

Agenda krusial

Agenda paling krusial yang belum tuntas sejak COP24 di Katowice tahun 2018 adalah pengaturan teknis implementasi Article 6 of the Paris Agreement, operasionalisasi kerja sama internasional sukarela untuk pemenuhan NDC melalui mekanisme pasar dan non-pasar.

Arti penting negosiasi agenda tersebut bagi Indonesia sebut Menteri Siti adalah bahwa Indonesia sudah sangat siap dengan semua infrastruktur pendukung kebijakan. Indonesia telah mempersiapkan infrastruktur regulasi di dalam negeri, seperti Peraturan Presiden mengenai Nilai Ekonomi Karbon. 

Selain itu, Menteri Keuangan juga telah menetapkan Pajak Karbon sebagai bagian penguatan regulasi, serta mempersiapkan implikasinya pada sektor perdagangan internasional.

Sebagaimana pada COP-COP sebelumnya, Delegasi Indonesia juga terdiri dari unsur Pemerintah dan Non-Party Stakeholders (NPS). Indonesia cukup bangga bahwa implementasi kebijakan Leading by Example selain ditunjukkan oleh kerja Pemerintah juga diperlihatkan oleh non-state actors. 

Ilustrasi areal persawahan yang mengalami kekeringan.

Perubahan Iklim Melemahkan Ekonomi dan Keamanan Perempuan, Menurut Komnas

Komnas Perempuan melihat krisis iklim berdampak signifikan terhadap perempuan, terutama meningkatkan kerentanan terhadap kekerasan dan kemiskinan.

img_title
VIVA.co.id
17 Desember 2024