Logo ABC

Sinovac Tak Diakui, Para WNI ke Luar Negeri untuk Vaksin Lagi

Panusunan Simanjuntak dan istrinya Herlina Sirait mendapat vaksin ke-3 dan 4 di Inggris. (Supplied)
Panusunan Simanjuntak dan istrinya Herlina Sirait mendapat vaksin ke-3 dan 4 di Inggris. (Supplied)
Sumber :
  • abc

DI saat sebagian orang masih enggan untuk mendapatkan vaksinasi COVID-19 dosis pertama, tapi ada pula warga di Indonesia yang sudah mendapatkan vaksin ketiga dan keempat.

Saat ini vaksin penguat, atau istilahnya 'booster' baru diprioritaskan kepada tenaga kesehatan atau mereka yang memiliki tingkat kekebalan tubuh rendah karena penyakit, seperti yang dilakukan di Israel, Amerika Serikat, Australia, bahkan Indonesia.

Tapi Panusunan Simanjuntak dan istrinya, Herlina Sirait, sudah mendapatkan empat kali vaksin. 

Dua dosis vaksin penuh Sionvac mereka dapatkan di Indonesia pada bulan April lalu. 

Kemudian di bulan Juli, mereka mendapatkan dua dosis vaksin Pfizer saat berada di Inggris , karena keduanya berstatus penduduk tetap Inggris dan secara teratur pergi ke Inggris untuk menjenguk keluarga anaknya.

"Vaksin Sinovac tidak diakui oleh Inggris jadi kami ambillah kesempatan divaksin dengan vaksin yang diakui oleh negara ini [Inggris] yaitu Pfizer," kata Panusunan pensiunan wartawan ini kepada Sastra Wijaya dari ABC Indonesia.

Menurutnya ketika mendaftar atau pun mendapat vaksin di Inggris, mereka tidak pernah ditanya apakah sudah pernah mendapat vaksin lain sebelumnya.

Panusunan, usia 78 tahun, mengatakan ia dan istrinya tidak khawatir untuk mendapatkan vaksin ketiga dan keempat.

"Kami bahkan ingin secepatnya dapat vaksin Pfizer itu. Untungnya yang banyak, hati kami tenang, yakin imun kami tangguh menghadapi COVID-19," katanya lagi.

Harus ke Amerika untuk masuk Hong Kong

Peter Jonathan, bukan nama sebenarnya, adalah seorang mahasiswa asal Indonesia yang sedang sekolah di Hong Kong. 

Ia menceritakan jika harus pergi ke Amerika Serikat untuk mendapatkan vaksin ketiga demi bisa kembali ke Hong Kong.

Peter, yang memiliki status penduduk tetap Hong Kong yang didapatnya melalui jalur mahasiswa, mengatakan sampai sebelum 1 September Pemerintah Hong Kong tidak mengakui program vaksinasi yang dilakukan Pemerintah Indonesia. 

Padahal vaksin Sinovac yang berasal dari China sudah diakui oleh pemerintah Hong Kong sendiri.

"Karena saya harus masuk ke Hong Kong lagi, saya pergi ke Amerika Serikat untuk dapat vaksin Janssen," kata Peter kepada ABC.

Untuk keperluan tersebut, Peter mengatakan menghabiskan biaya sekitar Rp50 juta untuk penerbangan, akomodasi dan vaksinasi di Amerika Serikat. 

"Saya memilih Amerika Serikat karena satu-satunya negara yang membolehkan warga lain divaksinasi dan tidak perlu karantina, sehingga saya hanya perlu menghabiskan lima hari di sana."

Pemerintah Hong Kong sempat mendapat protes dari warganya yang tinggal di negeri, seperti dari Indonesia dan Filipina, yang tidak diizinkan kembali karena vaksinasi mereka tidak diakui.

Baru sejak 1 September pemerintah Hong Kong mengumumkan pengakuan vaksinasi dari beberapa negara, termasuk Indonesia, Filipina, Turki, San Marino, Macedonia Utara, Ukraina dan Vatikan.

Mendapat lewat jalur tidak resmi

Warga Jakarta, Kristina, yang enggan memberikan nama aslinya, juga sudah mendapatkan vaksinasi ketiga. 

Tapi tak seperti Panusunan dan Peter, ia mendapatkan dosis ketiga Sinovac di Indonesia.

"Saya mendapat vaksin Sinovac ketiga karena setelah vaksin kedua, antibodi saya tidak cukup," ujarnya.

"Setelah vaksin kedua antibodinya 10,5, setelah vaksin ketiga antibodinya lebih dari 250, angka maksimal yang bisa diukur oleh lab," katanya.

Awalnya Kristina lebih ingin mendapatkan vaksin lain, karena khawatir beberapa negara tidak menerima Sinovac, jika ia hendak berpergian. 

"Tetapi karena vaksin ketiga ini tidak melalui jalur resmi, saya ambil vaksin apa saja yang penting bisa menaikkan tingkat antibodi."

Menurut Kristina, beberapa orang yang dikenalnya juga mendapatkan vaksin dosis ketiga dan keempat lewat jalur tidak resmi.

"Suami sepupu saya sudah vaksin keempat," ujarnya.

Ia mengaku jika keluarga besarnya memang berusaha mendapatkan vaksin penguat secepatnya. 

"Sering ada pertemuan keluarga sampai 20 orang setiap satu-dua minggu sekali."

"Dari pertemuan keluarga itu, banyak anggota keluarga besar langsung ikut vaksin booster tanpa cek antibodi. karena ada berita di media sosial dan dari mulut ke mulut, bahwa bagus untuk segera mendapatkan vaksin ketiga," katanya.

Ada ketidakadilan

Negara seperti Israel sekarang sudah mulai melakukan program vaksin 'booster' untuk meningkatkan perlindungan bagi warganya, setelah 61,7 persen warganya menerima vaksinasi dua dosis.

Sementara di Indonesia tingkat vaksinasi dua dosis menurut data resmi adalah sekitar 29, 9 persen.

Tidak ada angka resmi mengenai berapa warga Indonesia yang bukan tenaga kesehatan tapi sudah mendapatkan vaksin ketiga, karena dilakukan lewat jalur tidak resmi.

Tapi dari survei yang dilakukan Change.org dengan KawalCOVID baru-baru ini menemukan dari 165 orang yang disurvei, 9,6 persen mengatakan sudah mendapatkan vaksin ketiga.

Alasan terbesar mereka yang mendapatkan vaksin ketiga adalah karena memiliki kenalan yang mengurus tempat vaksinasi.

Elina Ciptadi dari KawalCOVID mengatakan sulit untuk mengetahui seberapa besar angka keseluruhan mereka yang sudah mendapat vaksin ketiga dan apakah hal tersebut berpengaruh pada ketersediaan vaksin bagi yang lain.

Tapi menurutnya ada ketidakadilan dengan pemberian dosis ketiga kepada mereka yang bukan diprioritaskan.

"Pemberian dosis ketiga sebelum target populasi populasi mendapat dosis 1 hingga 2 secara merata itu tidak adil," ujarnya.

"Kita kan tidak bisa bisa aman sendiri. Untuk kita aman, semua orang di sekitar kita perlu aman juga," kata Elina kepada ABC Indonesia. 

Prioritas vaksin pertama dan kedua 

Dengan mulai dibukanya berbagai perjalanan internasional, di mana sejumlah negara hanya menerima jenis vaksin tertentu, akan muncul upaya untuk mendapatkan vaksin ketiga dan keempat demi memenuhi syarat.

Seperti yang dikatakan oleh dr Atik Choirul Hidajah, epidemiolog dari Universitas Airlangga.

"Dibukanya kesempatan umroh bagi jamaah Indonesia adalah contoh jangka pendek orang-orang yang dosis pertama dan kedua adalah Sinovac atau sejenisnya akan berusaha mendapatkan dosis ketiga dengan merek vaksin yang diakui oleh Arab Saudi," katanya.

Menurutnya Pemerintah Indonesia harus mengantipasi kemungkinan warga yang hanya ingin mendapatkan vaksinasi hanya demi untuk memenuhi syarat perjalanan.

Selain itu, dr Atik mengatakan konsentrasi sebaiknya diarahkan untuk melakukan vaksinasi dosis pertama dan kedua secepatnya.

"Sejauh ini cakupan yang tinggi terutama juga masih terkonsentrasi di Jawa.

"Pemerintah Indonesia harus terbuka mengenai strategi vaksinasi untuk mencapai cakupan dosis kedua minimal 70 persen secara merata di Indonesia," katanya.

Perlu atau tidaknya program vaksin ketiga secara nasional menurutnya masih harus melihat tingkat kematian atau 'case fatality rate' (CFR).

"Efektivitas vaksin COVID-19 terutama adalah untuk mencegah keparahan kasus dan mencegah kematian. Jika CFR kita tetap tinggi, maka booster menjadi sesuatu yang penting.

"Oleh karenanya, pengaturan mengenai vaksin dosis ketiga harus disusun berdasarkan prioritas kelompok yang rentan mengalami kematian akibat Covid-19."

"Menurut saya, sangat dimungkinkan dosis ketiga ini berbayar penuh atau membayar dengan jumlah kecil bagi yang mampu," kata dr Atik.

ABC Indonesia sudah menghubungi Departemen Kesehatan dan Satgas COVID-19, namun belum mendapatkan tanggapan.