Menang Nobel Perdamaian Lalu Bikin Perang: Ironi PM Ethiopia Abiy
- bbc
Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed pernah mendapat banyak pujian di luar negeri karena semangat reformasinya, tapi citra tersebut hancur setelah ia melancarkan perang saudara di utara negara itu pada November 2020.
Namanya terangkat di mata dunia ketika memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada Oktober 2019 atas keberhasilannya membuat kesepakatan damai dengan negara tetangga Eritrea, mengakhiri 20 tahun kebuntuan.
Namun perang saudara di wilayah Tigray dengan cepat membalikkan statusnya.
Ia berhasil mempertahankan jabatannya pada pemilihan pada bulan Juni yang diwarnai boikot oposisi dan penundaan di beberapa daerah karena faktor keamanan.
Para pendukungnya yang antusias dan sejumlah pemimpin negara Afrika terkemuka menghadiri pengambilan sumpahnya pada awal Oktober. Tapi itu sekadar menutupi sementara perpecahan yang mendalam di Ethiopia.
Abiy Ahmed pertama kali diangkat sebagai perdana menteri pada 2018 ketika usianya 41 tahun. Ia mengambil alih jabatan itu dengan latar belakang sebagai pemrotes anti-pemerintah. Gairah muda dan senyumnya yang berseri-seri menawarkan harapan bagi rakyat Ethiopia.
Koalisi Front Demokratik Revolusioner Rakyat Ethiopia (EPRDF) yang dipimpin Abiy telah memasuki dekade ketiga kekuasaannya dan telah dirundung dengan tuduhan penindasan serta pelanggaran hak asasi manusia, termasuk penahanan lawan politik dan pembungkaman wartawan.
Di bawah pemerintahan EPRDF, Ethiopia mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat namun banyak yang merasa tidak mendapatkan manfaatnya.
Perasaan terpinggirkan ini, khususnya di antara kelompok etnis terbesar di negara itu, Oromo, memicu gelombang demonstrasi. Abiy, seorang Oromo, dipromosikan ke jabatan puncak dan segera mulai menangani berbagai masalah dalam periode reformasi yang rumit.
Ia membebaskan ribuan tahanan politik, mencabut pembatasan terhadap media independen dan mengundang kelompok oposisi yang pernah dilarang untuk kembali ke Ethiopia dari pengasingan.
Ia mendukung seorang perempuan untuk menjadi presiden, menciptakan kesetaraan gender di kabinet, dan mendirikan kementerian perdamaian.
Semangat muda
Pencapaian puncaknya adalah kesepakatan damai dengan Eritrea dan pembukaan kembali perbatasan bersama.
Abiy menempuh perjalanan keliling Ethiopia dan berbicara tentang menyatukan negara yang multi-etnis itu. Ia menyusun filosofi politik baru - medemer - yang bertujuan menumbuhkan rasa persatuan nasional dalam menghadapi perpecahan etnis. Ia juga ingin merayakan keragaman itu.
Ia menikmati popularitas yang meluas, sebagian akibat perubahan dramatis di negara itu, tetapi sebagian dari daya tariknya adalah cerita pribadinya.
Lahir di Beshaha, sebuah distrik pertanian kopi di barat daya Ethiopia, dari orang tua Kristen dan Muslim, ia segera dipandang sebagai sosok yang mampu menyatukan negara di ambang perpecahan.
Sebagai pemimpin etnis Oromo pertama di negara itu dalam beberapa tahun terakhir, ia mendapat perhatian dari para pemuda yang menuntut keterlibatan politik yang lebih besar.
Ia melakukan perjalanan di seluruh negeri memproyeksikan semangat anak muda. Kedekatannya dengan rakyat kontras dengan para pendahulunya yang berjarak; dan bagi banyak warga biasa yang ia temui dalam perjalanannya, ia tidak seperti pemimpin yang selama ini mereka kenal.
Namun demikian, Abiy sudah menjadi orang dalam.
Ia merupakan anggota militer dan mendapat pangkat letnan kolonel. Ia kemudian menjadi pendiri dan direktur Badan Keamanan dan Jaringan Informasi Ethiopia, yang bertanggung jawab atas keamanan siber di negara yang pemerintahnya mengontrol ketat akses internet.
Setelah itu ia menjadi menteri ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tanggal-tanggal penting Abiy Ahmed:
- 1976: Lahir dari ayah Muslim Oromo dan ibu Kristen Amhara
- 1990: Bergabung dengan perjuangan bersenjata melawan rezim Derg Marxis
- 2016: Menjabat sebagai menteri ilmu pengetahuan dan teknologi
- 2017: Mendapat gelar doktor di bidang keamanan dan perdamaian dari Universitas Addis Ababa
- 2018: Menjadi perdana menteri
- 2019: Memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian
- 2020: Konflik di Tigray dimulai
Tetapi setelah euforia hari-hari awal Abiy sebagai perdana menteri pudar, ketegangan yang sudah lama terpendam selama masa pemerintahan otoriter mulai mendidih.
Dorongannya untuk persatuan sambil merayakan keragaman menemui banyak masalah.
Bentrokan antar-etnis dan serangan terhadap individu karena alasan etnis telah terjadi di seluruh negeri, menewaskan ribuan orang. Pada 2019, hampir dua juta orang di Ethiopia meninggalkan rumah mereka dan mengungsi ke tempat lain.
Pembunuhan tokoh-tokoh terkemuka, yang jarang terjadi di masa lalu, mulai terjadi dengan frekuensi yang mengkhawatirkan.
Pembunuhan musisi
Kepala staf militer dan pemimpin wilayah terbesar kedua di Ethiopia tewas pada malam yang sama, terpisah ratusan mil. Banyak pejabat tingkat rendah dan menengah lainnya mengalami nasib serupa.
Dan untuk memadamkan kekerasan yang berkembang, Abiy kembali ke taktik pemerintah sebelumnya.
Internet dan saluran telepon dimatikan beberapa kali. Tersangka ditangkap secara massal. Beberapa kemudian dibebaskan setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan di balik jeruji besi tanpa pengadilan.
Pembunuhan terhadap musisi Oromo populer Hachalu Hundessa di Ibu Kota Addis Ababa tahun lalu semakin meningkatkan ketegangan etnis dan berbuntut peningkatan langkah-langkah keamanan.
Menyusul pembunuhan tersebut, terjadi kekerasan di Oromia, wilayah terbesar di Ethiopia, dan Addis Ababa yang merenggut lebih dari 200 nyawa warga sipil.
Tokoh-tokoh oposisi terkemuka ditangkap karena dicurigai menghasut atau mengeskalasi kekerasan. Penangkapan itu membuat banyak aktivis Oromo menuduh sang perdana menteri berusaha untuk menghapus oposisi yang berarti di Oromia.
Tetapi hal yang merusak reputasinya ialah hubungan dengan negara bagian lain yang berbasis etnis di Ethiopia.
Langkahnya membubarkan EPRDF pada November 2019 dan membentuk organisasi politik terpadu baru, Partai Kemakmuran, meningkatkan ketegangannya dengan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF).
TPLF adalah partai yang berkuasa di Tigray dan telah menjadi kekuatan dominan dalam pemerintahan EPRDF.
Merasakan pengurangan kekuasaan, TPLF menolak untuk bergabung dengan organisasi baru Abiy. Mereka pada dasarnya mundur kembali ke negara bagiannya dan ketegangan akhirnya pecah menjadi konflik antara pemerintah federal dan TPLF.
Perang yang sekarang telah berlangsung hampir satu tahun disebut Abiy sebagai "operasi penegakan hukum". Namun seiring berjalannya waktu, tuduhan pelanggaran hak asasi manusia, pemerkosaan massal, pembunuhan ekstra-yudisial, dan penggunaan kelaparan sebagai taktik semakin meningkat.
Nada ekspresi keprihatinan internasional menjadi semakin keras.
Amerika Serikat, yang pernah menjadi sekutu kuat dalam perang melawan teror, mengumumkan pembatasan visa bagi orang-orang yang dianggap "bertanggung jawab, atau terlibat, merusak resolusi krisis di Tigray".
AS juga membatasi bantuan ekonomi dan keamanan.
Ini adalah perubahan haluan yang luar biasa pada citra Abiy dan pemerintahannya tiga tahun lalu.
Tetapi ketika sampai pada pemilihan, reputasinya di dalam negeri yang paling penting - dan itu juga telah rusak.
Kritik tidak bisa dihindari
Penundaan pemilihan tahun lalu ketika virus corona melanda negara itu dipandang beberapa orang sebagai perebutan kekuasaan.
Beberapa etnis Oromo "yang mendukungnya atau sebaliknya bersikap netral [terhadapnya] sekarang telah berbalik melawannya", kata Adem K Abebe, seorang analis Ethiopia yang berbasis di Belanda.
Sementara di Tigray tempat ada kecurigaan terhadapnya bahkan sejak awal, "ketidakpercayaan terhadapnya telah berubah menjadi kebencian", tambahnya.
Dan meskipun dia telah menikmati beberapa dukungan di antara etnis Amhara, yang baru-baru ini terdampak oleh terulangnya serangan berbasis etnis terhadap Amhara yang tinggal di wilayah Oromia dan Benishangul-Gumuz.
Pergeseran sikap terhadap perdana menteri "sebagian merupakan hasil dari harapan yang tidak realistis dan kultus kepribadian yang ingin dibangun oleh Abiy", kata Adem kepada BBC.
Dia menjanjikan "perdamaian, demokrasi, dan kemakmuran sambil menghadapi ketidakpercayaan di antara sebagian besar penduduk dan sekarang di antara sekutu utama Barat".
Tetapi tidak jelas seberapa besar hal ini mengganggu Abiy.
Meskipun ia menghindari wawancara dengan wartawan, ia tetap menikmati sorotan.
Tema umum dalam berbagai pidato dan posting media sosialnya adalah bagaimana Ethiopia akan menang meskipun menghadapi tantangan yang signifikan.
Tampaknya dia melihat kritik terhadap pemerintahnya sebagai efek samping yang tak terhindarkan dari upaya membawa perubahan.